Rabu, 05 Desember 2012

Engkau lah Cinta Pertamaku, Wahai Bapak!


"Bahwa suatu kepergian adalah pelajaran hidup tanpa kamus.."
– Rose Dian Jaianti –

Pagi ini matahari nampak malu mengkiblatkan wajahnya, karena semalam hujan menamukan dirinya sepanjang petang dan berhenti saat subuh menjelang. Seperti biasa, kicau burung tetangga terdengar nyaring saling bersautan, seakan mengigil karena kedinginan. Kali ini saya juga mengamini apa yang dialami burung-burung itu, bahwa memang cuaca di luar cukup dingin pagi tadi. Juga semerbak bau tanah basah yang membuatku sadar betapa murahnya nikmat yang selalu diberikan-Nya yang tak terhingga ini. Dan tiba-tiba saja perempuan mulia dalam hidup yang menjadikan ku manusia berseru lembut, “Hari ini tanggal 5 Desember, tepat setahun yang lalu bapakmu meninggal”. –jleeebb!– Sontak saya tercengang seketika. Bagaimana tidak, tanggal itu merupakan bagian dari hari bersejarah dalam hidup.

Sehari sebelumnya, tanggal 4 Desember 2011 lalu saya dan bapak mengalami kecelakaan dalam mengendarai sepeda motor dalam perjalanan pulang menuju ke kediaman kami. Malam itu, sekitar pukul 19.30 WIB gerimis menemani perjalanan kami. Belum tiba di tujuan, tiba-tiba saja dari arah utara menuju ke selatan dari arah yang berlawanan sebuah motor melaju dengan kecepatan sangat kencang, ia berusaha mendahului mobil kijang yang ada di depannya. Sedang kami, berada di posisi seberang arah, motor kami melaju dari arah selatan menuju ke utara. Di ruas kiri jalan kami, ada sebuah kubangan yang cukup dalam, dan bapak mencoba menghindarinya dengan tetap tidak keluar dari garis pembatas jalan. Lalu tiba-tiba saja ***** kami terpental jatuh berada di ruas kiri jalan, dan tentu saja sontak suara keras itu mengundang penduduk sekitar untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Seketika itu saya langsung dilarikan ke pengobatan alternatif tradisional ditemani ibu dan para kerabat. Puji syukur tidak ada bagian dari tubuh saya yang berdarah sedikit pun, hanya saja saya mengalami dislocation pada kaki bagian kanan, tepatnya di tulang kelangkang. Inilah yang menyebabkan saya mau-tidak-mau menduduki kursi roda selama satu bulan. Sedang bapak pada saat itu juga langsung dilarikan ke rumah sakit di Bangkalan, namun sayang peralatan medis di RS tersebut kurang mendukung. Maka terpaksa sesegera mungkin bapak dilarikan ke RS PHC Surabaya. Dari penuturan ibu dan para kerabat yang ikut menemani bapak, tak sedikit pun beliau mengigau, atau berbicara gagu, atau bahkan pingsan hingga ujung usianya. Sama sekali tidak. Beliau memang merintih kesakitan, namun tidak ada pesan darinya untuk kami sebagai tanda akan kepulangannya. Itu lah bapak, seumur hidupnya bersama kami tak pernah menyusahkan kami sedikit pun, tak pernah merengek ingin dimanja pada saat sakit, tak pernah membuat anak istrinya cemas lagi susah.

Dan esok harinya, tepat di tanggal 5 Desember 2011 lalu, sekitar pukul 06.00 WIB beliau menghembuskan nafas terakhirnya. Saya mengetahuinya saat ibu menelfon mengabari saya. Di detik-detik terakhir hidup bapak, saya tidak bisa berada disampingnya menemani kepulangannya. Keadaan saya yang tidak memungkinkan pada saat itu terbaring kaku menjadi kendalanya, bahkan untuk menggerakkan kaki saja, saya tak mampu. Namun satu hal yang selalu menjadi penguat pada hari itu hingga hari ini adalah senyumannya.  Ya,  bapak tersenyum dalam tidurnya yang lelap. Seakan mengesankan bahwa beliau baik-baik saja, dan begitu bahagia atas kepulangannya. “Serindu itukah engkau pada Kekasih Sejatimu?”, batinku. Maka baiklah, jika itu keinginan terbesarmu, maka pulang lah. Namun ijinkan saya untuk mengantarmu dengan doa agar kau selalu sehat dan baik-baik saja disana.

Selama 20 tahun bersamanya, ada banyak sekali pembelajaran. Tentang sebuah ketulusan, tanggung jawab, pengorbanan, kesetiaan, kasih sayang, kebersamaan, kerja keras, pengabdian, kesabaran, kejujuran, perlindungan, canda tawa, keikhlasan, dan masih banyak lagi pembelajaran mengenai hidup. Sering saya memergokinya di sepertiga malamnya, ketaatannya bersimpuh sujud kala matahari mulai menyapa dunia, dan semangat berbagi yang selalu diajarkannya, adalah alasan mengapa kau menjadi cinta pertamaku, wahai bapak!

Beliau bukan saja menjadi sosok paling bijak dalam hidup saya, lebih dari itu. Adakalanya beliau menjadi seorang kakak yang selalu sedia menjadi tempat berbagi dan menjadi pendengar yang baik atas celoteh adiknya; seorang sahabat sejati yang selalu mendukung dan tidak pernah mengkhianati rekannya seburuk apapun masalah yang dihadapinya; serta menjadi sosok bapak yang melindungi dan bertanggung jawab atas ilmu dunia akhirat yang selalu diajarkannya kepada keluarganya. Saya tidak tahu musti dengan cara apa dan bagaimana menjabarkan betapa bangganya diri ini karena telah berkesempatan memilikinya. Dan saya yakin, kalian juga pasti memiliki rasa bangga yang teramat sangat pada orang tua yang telah menjadikan kalian manusia dengan alasan masing-masing! :)

Dari sini ada pembelajaran yang dapat saya pahami, bahwa suatu kepergian adalah pelajaran hidup tanpa kamus. Bahwa hidup adalah wujud rasa syukur atas karunia tak terhingga yang telah diberikan-Nya, bahwa hidup juga musti bersabar dalam memainkan dan menjalankan setiap skenario-Nya sesulit apapun, juga mau-tidak-mau, sadar-tidak-sadar, dituntut untuk ikhlas dalam menerima segala ketetapkan-Nya.

Dan kini, semua penat itu telah saya lepaskan untuk diterbangkan bersama balon-balon di udara. Seperti sebuah sinyal yang ingin mengabarkan kepada dunia dan mengajak untuk tetap semangat, berusaha, dan berdoa, dan akan menjadi paket lengkap jika mengabarkannya dengan membagikan senyuman itu demi kebermanfaatan. Inilah yang menjadi alasan mengapa senyummu hingga saat ini menjadi penyemangat dimana pun dan kapan pun kaki ini berpijak. Karena senyummu pula, adalah obat penawar saat diri ini mulai lelah dalam bergerak. Kelak, jika tiba saatnya nanti, kan ku kisahkan segala candamu, amarahmu, perjuanganmu, dan segala kerja kerasmu pada pendekar-pendekar penerusmu, dan bila tiba saatnya nanti, kau akan melihatku berdiri tegak dan tersenyum kepadamu, bapak! :)


Yang selalu merindukanmu,
Putrimu.

8 komentar:

  1. Bapakmu juga pasti akan bangga memiliki anak sepertimu....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin..Insya Allah. Terima kasih sudah sedia mampir, (tuan/nona) Anonim! :)

      Hapus
  2. Hai, Lie :)

    Iyaaa nyata, pas lagi masa-masa sulit. Tapi Alhamdulillaaah, buah ikhlas itu sungguh manis! :)

    BalasHapus
  3. Semoga beliau mendapat tempat di sisi Allah bersama orang-orang yang Allah ridhoi surga bersamanya .
    Aamiin .
    kunjungan perdana kak , follow sukses

    BalasHapus
  4. nyaman di blog ini :D
    semoga blog ini terus berkembang
    di tunggu kunbalnya kakak :D

    BalasHapus
  5. Aamiin, Insya Allah yaa Rifki :)

    BalasHapus
  6. @Surya : Aamiin Yaa Robbal'alamin. Terima kasih Surya, buat doanya. Semoga kebaikan menyertaimu juga.. :)

    BalasHapus

Hello!

Kamu Pengunjung Ke :

Rose Dian Jaianti. Diberdayakan oleh Blogger.

Paling Sering Dilihat

Welcome..

Hai, Selamat datang!

Selamat menikmati beragam gradasi warna yang dipancarkan oleh langit..


Resapi warnanya, nikmati pesonanya, dan tersenyumlah! :)

Selamat menikmati..
*\(^O^)/*

 

Gradasi Senyum Langit Design by Insight © 2009