Minggu, 28 Juli 2013

Tidak Selamanya Rumput Tetangga Nampak Terlihat Lebih Hijau


"Bahwa setiap ketetapan-Nya adalah baik, kalau pun ada yang buruk, itu adalah interpretasi seorang hamba yang tidak ridho atas ketetapan Tuhannya.."
-Rose Dian Jaianti-


Seringkali kita selalu menyematkan teori perbandingan dalam keberagaman hidup. Disadari atau tidak, justru dari perbedaan-perbedaan itulah variasi akan tercipta. Manusia selalu merasa bahwa dirinya tidak pernah terpuaskan oleh hasratnya. Padahal sejatinya hastrat itu letaknya di jiwa, bukan pada pandangan mata. Sebab jika pencapaian kepuasan selalu diasumsikan dengan kasat mata, maka dalam kamus hidup umat manusia, mereka tidak akan pernah menemukan kata puas. Ditambah lagi dengan sifat manusia yang memang tidak pernah terpuaskan.

Sering kita dengar berbagai pernyataan berikut : “enak ya jadi si ‘rumput’, suaminya punya jabaatan, mobilnya banyak, rumahnya mewah, fasilitas hidupnya super ‘wah’ pula”. Atau, “hebat ya jadi si ‘meong’, punya segudang pretasi yang membanggakan, punya pekerjaan yang mapan, orang tuanya pasti bangga. Terus aku kapan yaa?”. Nah loo.. >_<

Lagi-lagi teori perbandingan lebih sering didefinisikan dari pada lebih memilih mensyukuri nikmat Tuhan. Tidak sedikit kebanyakan dari kita lebih sering memperhatikan dan sibuk menjaga kelebihan hidup orang lain, lalu membandingkannya dengan kekurangan-kekurangaan yang kita miliki. Maka tidak heran, jika seringanya manusia berasumsi bahwa rumput tetangganya jauh lebih hijau dari pada rumput pekarangannya sendiri. Yakin dengan praduga itu? Ya, mungkin ada baiknya jika kita melakukan koreksi dulu dengan pekarangan sendiri sebelum berspkekulasi demikian! :)

Perlu disadari, bahwa Tuhan tidak pernah sia-sia menciptakan makhluknya di semesta alam ini meski seberat zahra pun. Semuanya sudah ada takarannya masing-masing. Dia memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada para hamba-Nya untuk terus berikhtiar. Meski pada akhirnya, ‘ketetapan’ itu adalah hak prerogatif Tuhan. Begitu pula dengan jalan hidup si ‘rumput’ dan si ‘meong’. Semuanya juga tidak lepas dari ikhtiar mereka masing-masing. Itu kenapa jalan hidup kita tidak selalu linear. Tidak selalu pendakian, juga tidak selalu penurunan. Lalu bagaimana dengan ikhtiar kita, sudahkan melakukan yang terbaik semaksimal mungkin? Sudahkan memberikan kebaikan sebelum menagih imbalannya? Sudahkan bersyukur dari pada mengeluh dan menghujat? Ya, jawabannya ada pada masing-masing dari diri kita.

Sebenarnya rumput tetangga terlihat lebih hijau bisa jadi karena terlihat dari kejahuan. Padahal nyatanya jarak memang sering menipu pandangan. Seperti halnya sebuah bukit yang menggundul, namun karena terlihat dari kejahuan, maka tetap saja akan nampak hijau dalam penglihatan kita. Atau misalnya, bulan purnama di atas langit yang nampak elok dengan bias cahayanya yang menguning keemasan. Padahal sejatinya, jika dilihat dari jarak yang begitu dekat, semuanya itu tidak lain hanyalah sebuah hamparan padang tandus yang berlubang-lubang.

Percaya atau tidak, apa yang dinilai secara kasat mata tidak selalu benar. Bisa jadi, semuanya itu adalah hasil dari pada adopsi praduga-praduga manusia yang diinterpretasikan melalui logika. Kita bisa saja beranggapan bahwa hidup orang lain lebih ‘wow’ dari pada hidup kita. Namun siapa yang tahu, bahwa di luar sana ada banyak orang yang termotivasi dengan kisah kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Dan tanpa kita sadari, secara diam-diam ada banyak orang yang memperhatikan dan mengagumi kepribadian kita. Dan mungkin saja, diluar sana juga ada orang yang tanpa kita ketahui pernah mendoakan kita karena kebaikan-kebaikan yang pernah kita lakukan. Si kaya belum tentu merasa aman dengan kemewahan yang mereka miliki. Si pandai belum tentu dapat memberikan kemanfaatan bagi sesama. Dan si rupawan juga belum tentu memiliki hati yang mulia, begitu bukan?

Semuanya pasti ada nilai plus dan minusnya masing-masing. Bukankah akan lebih baik jika kita memberikan perhatian lebih pada pekarangan sendiri? Menjaganya, merawatnya, dan memeliharanya agar tumbuh dan berkembang dengan sebaik mungkin. Sehingga pada akhirnya, pekarangan yang kita miliki tidak kalah indah dengan milik orang lain. Sebab disadari atau tidak, bahwa asumsi rumput tetangga jauh lebih indah dari pada pekarangan sendiri dikarenakan diri lebih sering mengeluh, menyesal, lalu kufur nikmat. Hei, nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan? Percayalah, bahwa setiap ketetapan-Nya adalah baik, kalau pun ada yang buruk, itu adalah interpretasi seorang hamba yang tidak ridho atas ketetapan Tuhannya.

Alangkah baiknya jika manusia sibuk menghijaukan rumput surganya sendiri dari pada mengurusi hijaunya rumput tetangganya. Menanam bibit-bibit kebaikan, dan memastikan selalu untuk merawatnya dengan memberikan pupuk terbaik; syukur. Dengan demikian, tidak selamanya rumput tetangga akan nampak terlihat lebih hijau dari pekarangan kita. Percayalah!


Mari berladang kebaikan.. ;)






----------------
Tanpa lilin,
Tuhanku menyukai hamba-Nya yang bersyukur! ;)

12 komentar:

  1. Balasan
    1. Sawang Sinawang = Melihat dan Dilihat.

      Ya, tak jarang dari kita sering mengganggap bahwa rumput tetangga jauh lebih hijau dari pada rumput sendiri. Padahal nyatanya jarak memang sering menipu pandangan. Jika kita mau mencermati dan memahami lebih dalam, bisa jadi rumput kita sendiri malah sebenarnya lebih hijau. Ini bisa dimungkinkan karena kita sangat jarang atau malas untuk memandangi rumput sendiri. Disadari atau tidak, dengan BERSYUKUR sebenarnya adalah pupuk jitu untuk menyuburkan pekarangan kita.

      Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya, Dihas! :)

      Hapus
  2. well, benar adanya semua pernyataan di artikel ini.
    tapi aku salah satu pribadi yang "just floating along". Aku tak punya waktu untuk membanding-bandingkan hehe...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai, Dika.
      Sepaham, dari pada sibuk menyematkan teori perbandingan, alangkah lebih baik memang jika kita sibuk berbenah dengan pekarang kita sendiri agar nampak indah dan nyaman! :D

      Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya. Salam kenal :)

      Hapus
  3. Hai Rose
    Kadang melihat rumput tetangga yang lebih hijau itu perlu loh. Bukan untuk membandingkan rumput milik kita, tapi sebagai penyemangat.

    Maksudnya gini, waktu melihat orang lebih sukses kita pasti berpikir "ah dia aja bisa, kenapa aku nggak?", tapi kadang lupa bagaimana kesuksesan yang mereka dapat melalui proses yang panjang.

    Melihat rumput tetangga yang lebih hijau, bukannya tidak bersyukur juga. Bersyukur itu pasti. Menerima diri kita apa adanya itu wajib, tapi mencari ada apanya pada diri kita itu perlu (potensi).

    Salam senyum :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai, Adit :D

      Waaah terima kasih sudah melihatnya ada kacamata positif :)
      Iyaaa sepakat, jika melihatnya sebagai motivasi diri untuk menjadi dan mencapai hasil terbaik dari apa-apa yang sudah diraih. Asaaaaaaaaaaaall, yang musti digaris bawahi adalah bahwa teori perbandingan yang diselalu disematkan tersebut tidak membuat diri menjadi pribadi yang kufur nikmat. Semoga.. :)

      Makasi sudah mampir.. :D

      Hapus
    2. Ah ya jangan sampai kufur nikmat :)
      Terimakasih sudah mengingatkan :D

      Mungkin akan sering mampir kesini. Semua tulisan disini kebanyakan menginspirasi, tata bahsanya benar-benar ciamik :) Kapan-kapan pengen bikin review tulisan disni. Dan... backsongnya jempolan! Aku suka lagu ini, Tentang Seseorang, sekaligus film yang membawanya.

      Hapus
    3. Waaaah terima kasih sudah sering mampir kemari. Monggo silahkan diambil sendiri jamuannya, he :p

      Iyaaa iseng aja Dit pake backsound ini, ntar kalo bosen pasti ganti lagi, wkwk :D

      Hapus
  4. Begitulah, Mba...! Memang lebih gampang melihat bulu di hidung orang lain ketimbang melihat bulu di hidung sendiri, kecuali kalau mau berkaca, hehe...!

    Seperti biasa, KEREEEN

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai, bang Siraul :D

      Iyaaa selain introspeksi diri itu penting, bersyukur itu juga jauuuuh lebih penting. Mudah-mudahan kita bisa melakukannya.. Aamiin.. :)

      Hapus
  5. Postingan menarik, Mbak. Dan bagi yang tertarik dunia survei bisa klik: http://www.idsurvei.com/member/?p=tips&q=detail&id=7&u=WAHYUDI93

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai, mbak/kakak Anonim! :D

      Iyaaa terima kasih sudah berkunjung. Salam kenal yaa.. :)

      Hapus

Hello!

Kamu Pengunjung Ke :

Rose Dian Jaianti. Diberdayakan oleh Blogger.

Paling Sering Dilihat

Welcome..

Hai, Selamat datang!

Selamat menikmati beragam gradasi warna yang dipancarkan oleh langit..


Resapi warnanya, nikmati pesonanya, dan tersenyumlah! :)

Selamat menikmati..
*\(^O^)/*

 

Gradasi Senyum Langit Design by Insight © 2009