Jumat, 13 September 2013

Segerombolan Anjing Penjilat Yang Melipat Gandakan Wajahnya Menjadi Ratusan


Apa-apa yang disebut dengan dan mengatasnamakan kebaikan belum tentu sebaik sebagaimana penafsirannya. Juga mengenai apa-apa yang selalu –mungkin kerap– dihujat dengan menyebutnya sebagai keburukan, juga belum tentu seburuk sebagaimana yang ditafsirkan pula. Maka, berhati-hatilah kiranya kalian dalam menggunakan teori interpretasi.

Ah, bukan bermaksud untuk menggantung cara berfikir kalian yang sudah pada tempatnya. Tidak juga untuk mengajak kalian bernalar keluar dari kotak yang tidak seperti biasanya. Maaf, diri sedang meracau dan berusaha menuangkan apa saja yang berkecamuk dalam benak. Iya, apa saja. Maka, harap sedia kiranya kalian maklumi tentang sekelumit racauan ini. Tak usah diterka. Ini hanyalah mengenai segerombolan anjing penjilat otak udang yang melipat gandakan wajahnya menjadi ratusan dan kerap membuat syaraf otak menjadi kram. Ah menyebalkan! (-__-“!)

Ada pelajaran yang dapat dipetik, bahwa suatu kebaikan tidak selamanya berbalas dengan kebaikan. Ini bukan perkara hukum balas budi, melainkan realita yang hanya bisa dipelajari dalam kamus hidup bahwa penjilat itu tidak pernah pandang bulu; baik teman sejawat, sahabat, maupun kerabat.

Benar kata jika anjing yang kita perihara, kita beri makan, kita kasihani dan kita sayangi, bisa jadi pada akhirnya akan menggigit tuannya sendiri. Dan ini juga bukan perkara bagaimana cara yang baik memberi dia makan, atau jenis makanan yang diberikan. Namun satu hal yang pasti, bahwa penjilat tetap saja penjilat, yang pada akhirnya akan dapat berdampak pada konspirasi kemakmuran –meminjam istilah Vicky Kadal–! (-_-“)

Tapi, sudahlah. Langit sudah memberikan petuahnya lewat senjanya sore tadi. Dan memang hanya langit lah yang selalu memahami. Dia selalu sabar dengan megahnya, meski bumi tak lagi beramah padanya. Langit selalu menjadi peneduh, menjadi pendengar yang baik lagi setia. Menjadi sahabat dan saksi bisu saat mulut tak mampu lagi berucap lebih.

Celoteh langit lewat senjanya, dia hanya berpesan dan berseru untuk memperhatikan dari mana muasal air laut yang asin, genangan air di tempat becek, atau pun air yang mengalir di parit-parit. Diri diingatkan kembali, bahwa mereka semua berangkat ke langit tinggi membentuk uap, lalu berubah menjadi awan hitam, kemudian kembali ke bumi berbentuk air hujan yang segar dan bersih.

Langit juga menyeru, seperti itu juga hati yang akhir-akhir ini mungkin tak sengaja tergores oleh mereka, yang berkali-kali ditikam asa yang belum tentu, yang mungkin sering terjatuh di lubang sombong, dengki, amarah, dan sebagainya. Lewat jingganya, langit menyeru untuk membawa hati ke langit yang tinggi untuk kemudian melihat apa yang akan terjadi.




--------
Hai, langit :)

Bisa kau beritahu apa yang akan terjadi? Akankan seperti air hujan itu? Atau, mungkinkah Elang yang akan membawa hati ini terbang tinggi entah pada lapis langit keberapa asal membersamainya kemana pun dan bisa memberi warna Me-Ji-Ku-Hi-Bi-Ni-U pada dinding-dinding hati agar kemudian bisa melupakan segerombolan anjing-anjing penjilat itu?

Tembok itu terlalu tebal, samar-samar aku menangkapnya. Tolong kirimkan kembali pesannya yaa..
Aku tunggu..

15 komentar:

  1. good post :)
    klik me
    http://bit*ly/15XV7hg
    http://bit.ly/18bITeO

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai, Farhan. Terima kasih atas kunjungannya yaa..

      Salam kenal :)

      Hapus
  2. postnya bagus ;)

    Komen back ya
    http://www.mora-cyber4rt.blogspot.com/2013/09/mora-cyber4rt-v1-responsive-valid-html5.html

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai, Mora. Terima kasih sudah berkunjung.

      OK, salam kenal yaa.. :)

      Hapus
  3. waduw..penggunaan bahasanya tingkat tinggi..hehe,

    kunjungi balik dan follow back
    http://fardian-imam.blogspot.com/

    BalasHapus
  4. waaah keren kak tulisannya meskipun butuh waktu yang lama buat mencerna hehe

    BalasHapus
  5. Hai, Fardian.

    Hehe makasih sudah berkunjung. Salam kenal yaa.. :)

    BalasHapus
  6. Hai, Widodo.

    Makasi atas kunjungannya, salam kenal yaa.. :)

    BalasHapus
  7. Hai, Felin.

    Iyaaa seunik kamu, he. Makasi atas kunjungannya, salam kenal yeee.. :)

    BalasHapus
  8. Hai, mbak Asma.

    Hehe makasi sudah sedia mencerna racauan saya. Salam kenal yaa mbak.. :) :)

    BalasHapus
  9. Langit membalas:
    Besok masih akan turun hujan, namun tak ada Me-Ji-Ku-Hi-Bi-Ni-U... sini, aku simpan saja hatimu di balik awan.. biar aku endapkan.. Mungkin lusa akan turun bersama hujan dan menetes di atap lalu merambat pada dinding itu.

    BalasHapus
  10. Hai, Pita!

    Jadi, ini maksudmu, Ngit?
    Baiklah jika begitu serumu, akan ku titipkan saja hati ini jika pada nantinya akan kau endapkan pada kapas-kapas langitmu. Kau memang pembual ulung, tapi aku menyukainya. Semoga saja kau tepat janji, pada esok lusa kau berlekas menurunkan hujan selepas senjamu. Dengan begitu, jejak-jejak segerombolan anjing penjilat itu dapat segera terhapuskan dan tergantikan oleh pasukan Me-Ji-Ku-Hi-Bi-Ni-U mu.
    Ini ku titipkan hatiku, jaga baik-baik yaa, Ngit! :)

    Hahaha makasi komennya, Pita! :D

    BalasHapus
  11. Ini syair apa prosa, kata katanya sungguh berbusa,, eh maaf, kata katanya sungguh berbahasa, hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lagi nyuci kaleeee:p

      Iyaaa, namanya juga menulis. Sama halnya dengan bercerita. Dan bercetia itu pasti menggunakan bahasa. Jadi, menulis sama halnya berbahasa, wkwk :D
      *tambah ngaco

      Makasih kunjungannya, Sugih! :)

      Hapus

Hello!

Kamu Pengunjung Ke :

Rose Dian Jaianti. Diberdayakan oleh Blogger.

Paling Sering Dilihat

Welcome..

Hai, Selamat datang!

Selamat menikmati beragam gradasi warna yang dipancarkan oleh langit..


Resapi warnanya, nikmati pesonanya, dan tersenyumlah! :)

Selamat menikmati..
*\(^O^)/*

 

Gradasi Senyum Langit Design by Insight © 2009