"Bahwa
suatu kepergian adalah pelajaran hidup tanpa kamus.."
– Rose
Dian Jaianti –
Pagi
ini matahari nampak malu mengkiblatkan wajahnya, karena semalam hujan menamukan
dirinya sepanjang petang dan berhenti saat subuh menjelang. Seperti biasa,
kicau burung tetangga terdengar nyaring saling bersautan, seakan mengigil
karena kedinginan. Kali ini saya juga mengamini apa yang dialami burung-burung
itu, bahwa memang cuaca di luar cukup dingin pagi tadi. Juga semerbak bau tanah
basah yang membuatku sadar betapa murahnya nikmat yang selalu diberikan-Nya
yang tak terhingga ini. Dan tiba-tiba saja perempuan mulia dalam hidup yang
menjadikan ku manusia berseru lembut, “Hari ini tanggal 5 Desember, tepat
setahun yang lalu bapakmu meninggal”. –jleeebb!– Sontak saya tercengang
seketika. Bagaimana tidak, tanggal itu merupakan bagian dari hari bersejarah
dalam hidup.
Sehari
sebelumnya, tanggal 4 Desember 2011 lalu saya dan bapak mengalami kecelakaan
dalam mengendarai sepeda motor dalam perjalanan pulang menuju ke kediaman kami.
Malam itu, sekitar pukul 19.30 WIB gerimis menemani perjalanan kami. Belum tiba
di tujuan, tiba-tiba saja dari arah utara menuju ke selatan dari arah yang
berlawanan sebuah motor melaju dengan kecepatan sangat kencang, ia berusaha
mendahului mobil kijang yang ada di depannya. Sedang kami, berada di posisi
seberang arah, motor kami melaju dari arah selatan menuju ke utara. Di ruas
kiri jalan kami, ada sebuah kubangan yang cukup dalam, dan bapak mencoba
menghindarinya dengan tetap tidak keluar dari garis pembatas jalan. Lalu
tiba-tiba saja ***** kami terpental jatuh berada di ruas kiri jalan, dan tentu
saja sontak suara keras itu mengundang penduduk sekitar untuk mencari tahu apa
yang sebenarnya terjadi.
Seketika
itu saya langsung dilarikan ke pengobatan alternatif tradisional ditemani ibu dan para kerabat. Puji syukur tidak ada bagian dari tubuh saya yang berdarah
sedikit pun, hanya saja saya mengalami dislocation pada kaki
bagian kanan, tepatnya di tulang kelangkang. Inilah yang menyebabkan saya
mau-tidak-mau menduduki kursi roda selama satu bulan. Sedang bapak pada saat
itu juga langsung dilarikan ke rumah sakit di Bangkalan, namun sayang peralatan
medis di RS tersebut kurang mendukung. Maka terpaksa sesegera mungkin bapak
dilarikan ke RS PHC Surabaya. Dari penuturan ibu dan para kerabat yang ikut
menemani bapak, tak sedikit pun beliau mengigau, atau berbicara gagu, atau
bahkan pingsan hingga ujung usianya. Sama sekali tidak. Beliau memang merintih
kesakitan, namun tidak ada pesan darinya untuk kami sebagai tanda akan
kepulangannya. Itu lah bapak, seumur hidupnya bersama kami tak pernah menyusahkan
kami sedikit pun, tak pernah merengek ingin dimanja pada saat sakit, tak pernah
membuat anak istrinya cemas lagi susah.
Dan
esok harinya, tepat di tanggal 5 Desember 2011 lalu, sekitar pukul 06.00 WIB
beliau menghembuskan nafas terakhirnya. Saya mengetahuinya saat ibu menelfon
mengabari saya. Di detik-detik terakhir hidup bapak, saya tidak bisa berada
disampingnya menemani kepulangannya. Keadaan saya yang tidak memungkinkan pada
saat itu terbaring kaku menjadi kendalanya, bahkan untuk menggerakkan kaki
saja, saya tak mampu. Namun satu hal yang selalu menjadi penguat pada hari itu
hingga hari ini adalah senyumannya. Ya, bapak tersenyum dalam
tidurnya yang lelap. Seakan mengesankan bahwa beliau baik-baik saja, dan begitu
bahagia atas kepulangannya. “Serindu itukah engkau pada Kekasih Sejatimu?”,
batinku. Maka baiklah, jika itu keinginan terbesarmu, maka pulang lah. Namun
ijinkan saya untuk mengantarmu dengan doa agar kau selalu sehat dan baik-baik
saja disana.
Selama
20 tahun bersamanya, ada banyak sekali pembelajaran. Tentang sebuah ketulusan,
tanggung jawab, pengorbanan, kesetiaan, kasih sayang, kebersamaan, kerja keras,
pengabdian, kesabaran, kejujuran, perlindungan, canda tawa, keikhlasan, dan
masih banyak lagi pembelajaran mengenai hidup. Sering saya memergokinya di
sepertiga malamnya, ketaatannya bersimpuh sujud kala matahari mulai menyapa
dunia, dan semangat berbagi yang selalu diajarkannya, adalah alasan mengapa kau
menjadi cinta pertamaku, wahai bapak!
Beliau
bukan saja menjadi sosok paling bijak dalam hidup saya, lebih dari itu.
Adakalanya beliau menjadi seorang kakak yang selalu sedia menjadi tempat
berbagi dan menjadi pendengar yang baik atas celoteh adiknya; seorang sahabat
sejati yang selalu mendukung dan tidak pernah mengkhianati rekannya seburuk
apapun masalah yang dihadapinya; serta menjadi sosok bapak yang melindungi dan
bertanggung jawab atas ilmu dunia akhirat yang selalu diajarkannya kepada
keluarganya. Saya tidak tahu musti dengan cara apa dan bagaimana menjabarkan betapa bangganya diri ini karena telah berkesempatan memilikinya.
Dan saya yakin, kalian juga pasti memiliki rasa bangga yang teramat sangat pada
orang tua yang telah menjadikan kalian manusia dengan alasan
masing-masing! :)
Dari
sini ada pembelajaran yang dapat saya pahami, bahwa suatu kepergian adalah
pelajaran hidup tanpa kamus. Bahwa hidup adalah wujud rasa syukur atas karunia
tak terhingga yang telah diberikan-Nya, bahwa hidup juga musti bersabar dalam
memainkan dan menjalankan setiap skenario-Nya sesulit apapun, juga
mau-tidak-mau, sadar-tidak-sadar, dituntut untuk ikhlas dalam menerima segala
ketetapkan-Nya.
Dan
kini, semua penat itu telah saya lepaskan untuk diterbangkan bersama
balon-balon di udara. Seperti sebuah sinyal yang ingin mengabarkan kepada dunia
dan mengajak untuk tetap semangat, berusaha, dan berdoa, dan akan menjadi paket
lengkap jika mengabarkannya dengan membagikan senyuman itu demi kebermanfaatan.
Inilah yang menjadi alasan mengapa senyummu hingga saat ini menjadi penyemangat
dimana pun dan kapan pun kaki ini berpijak. Karena senyummu pula, adalah obat
penawar saat diri ini mulai lelah dalam bergerak. Kelak, jika tiba saatnya
nanti, kan ku kisahkan segala candamu, amarahmu, perjuanganmu, dan segala kerja
kerasmu pada pendekar-pendekar penerusmu, dan bila tiba saatnya nanti, kau akan
melihatku berdiri tegak dan tersenyum kepadamu, bapak! :)
Yang
selalu merindukanmu,
Putrimu.
Bapakmu juga pasti akan bangga memiliki anak sepertimu....
BalasHapusAamiin..Insya Allah. Terima kasih sudah sedia mampir, (tuan/nona) Anonim! :)
HapusKisah nyata ndak ini mbak
BalasHapusHai, Lie :)
BalasHapusIyaaa nyata, pas lagi masa-masa sulit. Tapi Alhamdulillaaah, buah ikhlas itu sungguh manis! :)
Semoga beliau mendapat tempat di sisi Allah bersama orang-orang yang Allah ridhoi surga bersamanya .
BalasHapusAamiin .
kunjungan perdana kak , follow sukses
nyaman di blog ini :D
BalasHapussemoga blog ini terus berkembang
di tunggu kunbalnya kakak :D
Aamiin, Insya Allah yaa Rifki :)
BalasHapus@Surya : Aamiin Yaa Robbal'alamin. Terima kasih Surya, buat doanya. Semoga kebaikan menyertaimu juga.. :)
BalasHapus