"Sebab tak
musti selulu melulu jadi aktifis dahulu kemudian bergerak, bukan?”
-Rose Dian jaianti-
Benar
kata bahwa kenangan adalah cermin sejarah paling jujur dari peradaban umat
manusia yang mengenalkan kita pada guru kehidupan yang amat bernilai;
pengalaman. Memasuki pertengahan akhir bulan Juli 2011 kemarin, adalah momentum
yang cukup mengesankan dalam perjalanan beberapa tahun terakhir. Setiap orang
yang pernah menyandang gelar mahapelajar tentu pasti akan pernah melewatinya.
Kuliah Kerja Nyata atau yang biasa disebut dengan KKN adalah salah satu
prasyarat wajib bagi mahasiswa—biasanya—tingkat akhir yang mau-tidak-mau,
suka-tidak-suka musti kudu harus bin wajib mengikutinya!
Penempatan
program KKN yang dilaksanakan oleh kampus pada waktu itu tersebar di seluruh
wilayah Kabupaten Sampang-Madura. Kelompok saya mendapat penempatan di Desa
Tragih, Kecamatan Robatal. Sebuah lokasi yang baru kali pertama—pada waktu
itu—saya dengar. Entah seperti apa dan bagaimana kondisi geografisnya; kultur
sosial masyarakatnya; potensi alamnya; sama sekali tidak ada gambaran khusus di
benak saya. Meski sebagai penduduk lokal, pasalnya saya sendiri belum pernah
menginjakkan kaki di desa tersebut.
Kali
pertama perkenalan saya dengan desa ini adalah pada saat observasi lapangan
bersama dengan beberapa rekan KKN pra-penugasan. Jalanan desa sangat terjal.
Akses menuju ke desa pun cukup jauh dari jalan raya. Di ruas kiri dan kanan
jalan disuguhi dengan persawahan, semak belukar, dan pepohonan yang bertengger
tegak pada porosnya. Anak-anak sungai yang mulai mengering. Kondisi desa yang
belum sepenuhnya terjamahi listrik secara menyeluruh, dan berbagai peradaban
tradisional lainnya. Ya, ini adalah gambaran singkat pra-penugasan.
Paradigmaku
berubah saat hari-hari dimana saya mulai menjalankan program wajib KKN. Dulu
saya beranggapan bahwa program KKN yang diadakan oleh kampus tidak lain adalah
ajang penopengisasian diri yang berkedok ‘pengabdian’ demi sebuah pencitraan
instansi semata. Dan sungguh, mau-tidak-mau saya musti menjilati ludah
sendiri. Yes, because the great story begin from here.
Banyak
sekali ilmu hidup yang didapat. Yang tidak hanya memaksa, namun juga
menyadarkan diri untuk membuka mata lebar-lebar agar meninggalkan sikap apatis
dan egoisme diri. Kekompakan, pengabdian, ketulusan, kesabaran, keikhlasan,
semangat juang, emosi, kerja keras, integritas, kondisi alam yang masih
perawan, karakter-karakter polos, adaptasi autis kronis, dan masih banyak lagi
ilmu hidup yang didapat yang dibingkai dengan semangat berbagi.
Selama
masa perkuliahan, tak pernah ada satu pun organisasi yang saya ikuti. Ya bisa
dikatakan saya terlalu prematur mengenai struktur, teori, idealisme, atau
segala sesuatu yang berkenaan dengan organisasi tertentu. Apalagi bernaung di
bawah bendera tertentu dan aktif dalam gerakan sosial dengan mengatasnamakan
diri sebagai AKTIVIS. Sama sekali tidak pernah, dan bahkan sangat jauh jika
musti mengarah ke sana.
Semuanya
berubah pada saat program KKN mulai dijalankan. Justru sebuah amanah musti saya
emban ketika dipilih menjadi BENDES (Bendahara Desa), yang sejujurnya saya
sendiri kurang menyukai jika musti dihadapkan dengan urusan finansial. Saya
juga dipilih menjadi PJ (Penanggung Jawab) program belajar mengajar bahasa
Inggris, dimana sejujurnya bahasa Inggris yang saya kuasai kala itu masih ala
kadarnya! :D
Ketika
terjadi debat hangat pada saat pelajaran berlangsung di kelas, saya justru
cenderung menganut teori spiral of silent. Namun sikap diam itu
tidak berlaku selama KKN berlangsung. Saya mulai menyukai berbicara di depan
orang banyak. Saya mulai menyukai menebar virus senyum semangat keberbagian. Dan
saya juga sangat menyukai membuat para lansia peserta program PBA
(Pemberantasan Buta Aksara) terfokus dengan apa yang saya bagikan di depan, dan
saya pun juga bisa belajar dari mereka.
Berbicara
di depan orang banyak, membiarkan mereka mendengarkan, lalu seketika dapat
membuat mereka tersenyum dan larut dalam tawa lepas yang dikeluarkan serempak.
Andai kalian tahu, rasa-rasanya seperti mendapatkan pelukan tulus dari seorang
ibu. Ini bukan sebuah sindrom eksistensi diri. Sama sekali bukan! Hanya saja ingin
berbagi, bahwa siapapun, dimanapun, dan kapanpun kita bisa menjadi penggerak,
jika kita mau. Sebab tak musti selulu melulu jadi aktifis dahulu kemudian
bergerak, bukan?
Yang kami
tahu, kami hanya ingin terus belajar dari siapapun, dimanapun, dan kapanpun.
Meski momentum ini telah dilalui, rasa-rasa ingin selalu terus bergerak. Yang
kami tahu, kami ingin selalu bergegas dan bergerak untuk menciptakan
senyum-senyum lepas dengan semangat keberbagian, meski berlanjut sesuai versi
masing-masing. Inilah alasan mengapa saya benar-benar mulai jatuh hati untuk
berbagi senyuman. Tanpa tedeng aling-aling bendera apapun, tanpa kepentingan
suatu kelompok tertentu, tanpa menonjolkan sikap fanatisme idealisme suatu
bendera, dan tanpa musti mendiskriminasi siapa mementingkan siapa.
Jika
Tuhan Semesta Alam (Allah SWT) mengijinkan, suatu hari nanti akan ku tagih lagi
senyum-senyum kalian. Meski nanti hanya sejenak menginjakkan kaki lagi di bumi
kalian, bertegur sapa, dan bertukar kabar perjalanan masing-masing, setidaknya
semoga dapat mencairkan rasa rindu yang sudah mengarat ini pada setiap jengkal
kenangan. Atas ijin-Nya, Semoga! :)
-----
Berikut adalah beberapa dokumentasi yang sempat terselamatkan dari virus-virus laptop kurang ajar! :D
Berikut adalah beberapa dokumentasi yang sempat terselamatkan dari virus-virus laptop kurang ajar! :D
Sebagian
besar kediaman warga di Desa Tragih Kecamatan Robatal-Sampang masih memakai
rumah tradisional khas Madura, atau yang biasa disebut dengan tanèyan lanjhêng. Para warga hidup sederhana dan sangat
menjunjung tinggi gotong-royong antar tetangga. Sebagian besar masyarakat di
sini bermata pencaharian sebagai petani sawah dan tegalan.
Adalah
SDN 2 Tragih, sebuah sekolah dasar berbadan negeri yang terbilang cukup butuh
perhatian lebih. Sekolah ini memiliki empat ruangan. Dari ketiga ruangan yang
ada, masing-masing ruangan ditempati oleh dua kelas sekaligus. Sementara
ruangan keempat dijadikan kantor kepala sekolah. Sarana dan prasarana yang ada
di sekolah ini benar-benar ala kadarnya. Seragam sekolah yang dikenakan para
siswa pun tidak selaras, bahkan mereka juga biasa mengenakan kaos pada saat jam
pelajaran berlangsung.
Saya ingat kali pertama ketika saya dan rekan-rekan menginjakkan kaki di sekolah ini. Para siswa kalang kabut lari ke dalam kelas dan mengintip kami di balik kaca jendela. Kami merasa aneh, seperti sebuah tontonan dalam kaca aquarium. Dan dari penuturan kepala sekolah setempat, mereka merasa ketakutan. Mereka mengira bahwa kedatangan kami dengan mengenakan jaket KKN berwarna hitam tidak lain adalah dari Dinas Kesehatan yang akan melakukan suntik cacar secara massal kepada mereka! :D
Saya ingat kali pertama ketika saya dan rekan-rekan menginjakkan kaki di sekolah ini. Para siswa kalang kabut lari ke dalam kelas dan mengintip kami di balik kaca jendela. Kami merasa aneh, seperti sebuah tontonan dalam kaca aquarium. Dan dari penuturan kepala sekolah setempat, mereka merasa ketakutan. Mereka mengira bahwa kedatangan kami dengan mengenakan jaket KKN berwarna hitam tidak lain adalah dari Dinas Kesehatan yang akan melakukan suntik cacar secara massal kepada mereka! :D
Desa Tragih terbagi menjadi tiga dusun. Dusun Gil-panggil, Dusun Ngur-bungur,
dan Dusun Terbing. Kegiatan ini adalah program belajar-mengajar bahasa Inggiris
di Dusun Gil-panggil. Peradaban masyarakatnya juga lebih maju jika dibandingkan
dengan dusun-dusun lainnya. Anak-anak desa setempat justru lebih memilih
bersekolah di luar desa yang konon kualitasnya jauh lebih memadai jika
dibandingkan dengan fasilitas sekolah yang ada di desa mereka (Tragih).
Mereka adalah sebagian dari para peserta
program belajar mengajar PBA (Pemberantasan Buta Aksara) di Dusun Terbing.
Segmentasinya adalah orang-orang dewasa dan lansia. Entah karena alasan mengapa
dan bagaimana, saya benar-benar jatuh hati pada dusun ini. Mereka mengenalkan
saya pada kelutusan yang sebenenar-benarnya! :)
Antusiasme para peserta PBA di Dusun
Gil-panggil yang juga tidak kalah banyak jika dibandingkan dengan masa di Dusun
Terbing. Suasana hangat, kekeluargaan, senyum dan tawa selalu hadir di dusun
ini :)
Pelaksanaan
program KKN pada saat itu bertepatan pada bulan ramadhan. Inisiatif yang
dilakukan adalah mengadakan lomba-lomba yang berbau keagamaan. Pelaksanaannya
dilakukan di Dusun Gil-Panggil dengan meminta bantuan tokoh agama pondok
pesantren setempat. Alhamdulillah pelaksanaanya berjalan lancar hingga
pembagian hadiah kepada para pemenang lomba yang diserahkan oleh Penanggung
Jawab Lomba dan Sekretaris Desa.
Kegiatan
imunisasi pada balita dan anak-anak kecil di Dusun Gil-panggil bersama bidan
setempat. Pasalnya pada saat pelaksanaan KKN berlangsung, para balita dan
anak-anak kecil banyak terserang penyakit kulit di berbagai dusun. Dan penyakit
kulit yang sangat mendominasi pada saat itu adalah penyakit cacar. Bisa jadi
faktor lingkungan yang kurang bersih adalah salah satu penyebabnya. Ditambah
lagi, kurangnya penyuluhan mengenai kesehatan dari Dinas Kesehatan Kecamatan
setempat yang kurang memadai.
-----
Terima kasih telah memberikan kami kesempatan untuk banyak belajar dari kalian. Entah dengan cara apa dan bagaimana musti berterima kasih luruh pada Desa yang telah memberikan banyak kontribusi pada diri ini. Terima kasih telah mengantarkan sejauh kaki ini melangkah hingga saat ini. Terima kasih! :)
Terima kasih telah memberikan kami kesempatan untuk banyak belajar dari kalian. Entah dengan cara apa dan bagaimana musti berterima kasih luruh pada Desa yang telah memberikan banyak kontribusi pada diri ini. Terima kasih telah mengantarkan sejauh kaki ini melangkah hingga saat ini. Terima kasih! :)
Dari guratan2 penamu...sya bs mrasakan energi smangat kberbagian itu....
BalasHapusSalam sukses....
Iyaa terima kasih sudah mampir (tuan/non) Anonim! :)
HapusSalam Senyum Sehat Semangat Selalu, (he).
KKN di bulan ramadan tapi terlihat ttp semangat. hebat yah... :)
BalasHapusIyaaa, karena senyum dan semangat mereka (warga) yang membuat semangat kami semakin memuncak.. :)
BalasHapus