Kamis, 14 Maret 2013

The Great Story Begin From Here


"Sebab tak musti selulu melulu jadi aktifis dahulu kemudian bergerak, bukan?”
-Rose Dian jaianti-

Benar kata bahwa kenangan adalah cermin sejarah paling jujur dari peradaban umat manusia yang mengenalkan kita pada guru kehidupan yang amat bernilai; pengalaman. Memasuki pertengahan akhir bulan Juli 2011 kemarin, adalah momentum yang cukup mengesankan dalam perjalanan beberapa tahun terakhir. Setiap orang yang pernah menyandang gelar mahapelajar tentu pasti akan pernah melewatinya. Kuliah Kerja Nyata atau yang biasa disebut dengan KKN adalah salah satu prasyarat wajib bagi mahasiswa—biasanya—tingkat akhir yang mau-tidak-mau, suka-tidak-suka musti kudu harus bin wajib mengikutinya!

Penempatan program KKN yang dilaksanakan oleh kampus pada waktu itu tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Sampang-Madura. Kelompok saya mendapat penempatan di Desa Tragih, Kecamatan Robatal. Sebuah lokasi yang baru kali pertama—pada waktu itu—saya dengar. Entah seperti apa dan bagaimana kondisi geografisnya; kultur sosial masyarakatnya; potensi alamnya; sama sekali tidak ada gambaran khusus di benak saya. Meski sebagai penduduk lokal, pasalnya saya sendiri belum pernah menginjakkan kaki di desa tersebut.

Kali pertama perkenalan saya dengan desa ini adalah pada saat observasi lapangan bersama dengan beberapa rekan KKN pra-penugasan. Jalanan desa sangat terjal. Akses menuju ke desa pun cukup jauh dari jalan raya. Di ruas kiri dan kanan jalan disuguhi dengan persawahan, semak belukar, dan pepohonan yang bertengger tegak pada porosnya. Anak-anak sungai yang mulai mengering. Kondisi desa yang belum sepenuhnya terjamahi listrik secara menyeluruh, dan berbagai peradaban tradisional lainnya. Ya, ini adalah gambaran singkat pra-penugasan.

Paradigmaku berubah saat hari-hari dimana saya mulai menjalankan program wajib KKN. Dulu saya beranggapan bahwa program KKN yang diadakan oleh kampus tidak lain adalah ajang penopengisasian diri yang berkedok ‘pengabdian’ demi sebuah pencitraan instansi semata. Dan sungguh, mau-tidak-mau saya musti menjilati ludah sendiri. Yesbecause the great story begin from here.

Banyak sekali ilmu hidup yang didapat. Yang tidak hanya memaksa, namun juga menyadarkan diri untuk membuka mata lebar-lebar agar meninggalkan sikap apatis dan egoisme diri. Kekompakan, pengabdian, ketulusan, kesabaran, keikhlasan, semangat juang, emosi, kerja keras, integritas, kondisi alam yang masih perawan, karakter-karakter polos, adaptasi autis kronis, dan masih banyak lagi ilmu hidup yang didapat yang dibingkai dengan semangat berbagi.

Selama masa perkuliahan, tak pernah ada satu pun organisasi yang saya ikuti. Ya bisa dikatakan saya terlalu prematur mengenai struktur, teori, idealisme, atau segala sesuatu yang berkenaan dengan organisasi tertentu. Apalagi bernaung di bawah bendera tertentu dan aktif dalam gerakan sosial dengan mengatasnamakan diri sebagai AKTIVIS. Sama sekali tidak pernah, dan bahkan sangat jauh jika musti mengarah ke sana.

Semuanya berubah pada saat program KKN mulai dijalankan. Justru sebuah amanah musti saya emban ketika dipilih menjadi BENDES (Bendahara Desa), yang sejujurnya saya sendiri kurang menyukai jika musti dihadapkan dengan urusan finansial. Saya juga dipilih menjadi PJ (Penanggung Jawab) program belajar mengajar bahasa Inggris, dimana sejujurnya bahasa Inggris yang saya kuasai kala itu masih ala kadarnya! :D

Ketika terjadi debat hangat pada saat pelajaran berlangsung di kelas, saya justru cenderung menganut teori spiral of silent. Namun sikap diam itu tidak berlaku selama KKN berlangsung. Saya mulai menyukai berbicara di depan orang banyak. Saya mulai menyukai menebar virus senyum semangat keberbagian. Dan saya juga sangat menyukai membuat para lansia peserta program PBA (Pemberantasan Buta Aksara) terfokus dengan apa yang saya bagikan di depan, dan saya pun juga bisa belajar dari mereka.

Berbicara di depan orang banyak, membiarkan mereka mendengarkan, lalu seketika dapat membuat mereka tersenyum dan larut dalam tawa lepas yang dikeluarkan serempak. Andai kalian tahu, rasa-rasanya seperti mendapatkan pelukan tulus dari seorang ibu. Ini bukan sebuah sindrom eksistensi diri. Sama sekali bukan! Hanya saja ingin berbagi, bahwa siapapun, dimanapun, dan kapanpun kita bisa menjadi penggerak, jika kita mau. Sebab tak musti selulu melulu jadi aktifis dahulu kemudian bergerak, bukan?

Yang kami tahu, kami hanya ingin terus belajar dari siapapun, dimanapun, dan kapanpun. Meski momentum ini telah dilalui, rasa-rasa ingin selalu terus bergerak. Yang kami tahu, kami ingin selalu bergegas dan bergerak untuk menciptakan senyum-senyum lepas dengan semangat keberbagian, meski berlanjut sesuai versi masing-masing. Inilah alasan mengapa saya benar-benar mulai jatuh hati untuk berbagi senyuman. Tanpa tedeng aling-aling bendera apapun, tanpa kepentingan suatu kelompok tertentu, tanpa menonjolkan sikap fanatisme idealisme suatu bendera, dan tanpa musti mendiskriminasi siapa mementingkan siapa.

Jika Tuhan Semesta Alam (Allah SWT) mengijinkan, suatu hari nanti akan ku tagih lagi senyum-senyum kalian. Meski nanti hanya sejenak menginjakkan kaki lagi di bumi kalian, bertegur sapa, dan bertukar kabar perjalanan masing-masing, setidaknya semoga dapat mencairkan rasa rindu yang sudah mengarat ini pada setiap jengkal kenangan. Atas ijin-Nya, Semoga! :)

-----
Berikut adalah beberapa dokumentasi yang sempat terselamatkan dari virus-virus laptop kurang ajar! :D


Sebagian besar kediaman warga di Desa Tragih Kecamatan Robatal-Sampang masih memakai rumah tradisional khas Madura, atau yang biasa disebut dengan tanèyan lanjhêng. Para warga hidup sederhana dan sangat menjunjung tinggi gotong-royong antar tetangga. Sebagian besar masyarakat di sini bermata pencaharian sebagai petani sawah dan tegalan.


Adalah SDN 2 Tragih, sebuah sekolah dasar berbadan negeri yang terbilang cukup butuh perhatian lebih. Sekolah ini memiliki empat ruangan. Dari ketiga ruangan yang ada, masing-masing ruangan ditempati oleh dua kelas sekaligus. Sementara ruangan keempat dijadikan kantor kepala sekolah. Sarana dan prasarana yang ada di sekolah ini benar-benar ala kadarnya. Seragam sekolah yang dikenakan para siswa pun tidak selaras, bahkan mereka juga biasa mengenakan kaos pada saat jam pelajaran berlangsung.

        
 Saya ingat kali pertama ketika saya dan rekan-rekan menginjakkan kaki di sekolah ini. Para siswa kalang kabut lari ke dalam kelas dan mengintip kami di balik kaca jendela. Kami merasa aneh, seperti sebuah tontonan dalam kaca aquarium. Dan dari penuturan kepala sekolah setempat, mereka merasa ketakutan. Mereka mengira bahwa kedatangan kami dengan mengenakan jaket KKN berwarna hitam tidak lain adalah dari Dinas Kesehatan yang akan melakukan suntik cacar secara massal kepada mereka! :D


         Desa Tragih terbagi menjadi tiga dusun. Dusun Gil-panggil, Dusun Ngur-bungur, dan Dusun Terbing. Kegiatan ini adalah program belajar-mengajar bahasa Inggiris di Dusun Gil-panggil. Peradaban masyarakatnya juga lebih maju jika dibandingkan dengan dusun-dusun lainnya. Anak-anak desa setempat justru lebih memilih bersekolah di luar desa yang konon kualitasnya jauh lebih memadai jika dibandingkan dengan fasilitas sekolah yang ada di desa mereka (Tragih).


Mereka adalah sebagian dari para peserta program belajar mengajar PBA (Pemberantasan Buta Aksara) di Dusun Terbing. Segmentasinya adalah orang-orang dewasa dan lansia. Entah karena alasan mengapa dan bagaimana, saya benar-benar jatuh hati pada dusun ini. Mereka mengenalkan saya pada kelutusan yang sebenenar-benarnya! :)


Antusiasme para peserta PBA di Dusun Gil-panggil yang juga tidak kalah banyak jika dibandingkan dengan masa di Dusun Terbing. Suasana hangat, kekeluargaan, senyum dan tawa selalu hadir di dusun ini :)


Pelaksanaan program KKN pada saat itu bertepatan pada bulan ramadhan. Inisiatif yang dilakukan adalah mengadakan lomba-lomba yang berbau keagamaan. Pelaksanaannya dilakukan di Dusun Gil-Panggil dengan meminta bantuan tokoh agama pondok pesantren setempat. Alhamdulillah pelaksanaanya berjalan lancar hingga pembagian hadiah kepada para pemenang lomba yang diserahkan oleh Penanggung Jawab Lomba dan Sekretaris Desa.


Kegiatan imunisasi pada balita dan anak-anak kecil di Dusun Gil-panggil bersama bidan setempat. Pasalnya pada saat pelaksanaan KKN berlangsung, para balita dan anak-anak kecil banyak terserang penyakit kulit di berbagai dusun. Dan penyakit kulit yang sangat mendominasi pada saat itu adalah penyakit cacar. Bisa jadi faktor lingkungan yang kurang bersih adalah salah satu penyebabnya. Ditambah lagi, kurangnya penyuluhan mengenai kesehatan dari Dinas Kesehatan Kecamatan setempat yang kurang memadai.


-----
Terima kasih telah memberikan kami kesempatan untuk banyak belajar dari kalian. Entah dengan cara apa dan bagaimana musti berterima kasih luruh pada Desa yang telah memberikan banyak kontribusi pada diri ini. Terima kasih telah mengantarkan sejauh kaki ini melangkah hingga saat ini. Terima kasih! :)

4 komentar:

  1. Dari guratan2 penamu...sya bs mrasakan energi smangat kberbagian itu....

    Salam sukses....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaa terima kasih sudah mampir (tuan/non) Anonim! :)

      Salam Senyum Sehat Semangat Selalu, (he).

      Hapus
  2. KKN di bulan ramadan tapi terlihat ttp semangat. hebat yah... :)

    BalasHapus
  3. Iyaaa, karena senyum dan semangat mereka (warga) yang membuat semangat kami semakin memuncak.. :)

    BalasHapus

Hello!

Kamu Pengunjung Ke :

Rose Dian Jaianti. Diberdayakan oleh Blogger.

Paling Sering Dilihat

Welcome..

Hai, Selamat datang!

Selamat menikmati beragam gradasi warna yang dipancarkan oleh langit..


Resapi warnanya, nikmati pesonanya, dan tersenyumlah! :)

Selamat menikmati..
*\(^O^)/*

 

Gradasi Senyum Langit Design by Insight © 2009