Bulan
ramadhan cukup identik dengan acara sahur. Dan bahkan di sejumlah tempat
partisipasi masyarakat sangat antusias untuk membantu membangunkan para warganya
untuk ritual sakral macam ini. Bagi masyarakat di pedesaan seperti halnya di
desa saya, para warga biasa melakukan ronda dengan berkeliling kampung sambil
menabuhkan bunyi-bunyian sebagai petanda pengingat waktu sahur. Ritual ini
biasa dilakukan oleh segerombolan bocah laki-laki dan para remaja.
Singkat
cerita, dari awal ramadhan saya justru agak sedikit terganggu dengan ritual
yang mereka lakukan. Bagaimana tidak, sebab jauh sebelum jam sahur tiba—pada
umunya—mereka justru sudah mulai berheboh ria dengan segala bunyi-bunyian yang
amat teramat membikin tidak nyaman pada saat jamnya orang tidur. Pukul 12 malam
mereka sudah terbiasa beroperasi. Dan bunyi-bunyian yang mereka tabuhkan berlangsung
selama berjam-jam. Jadi bisa dibayangkan bagaimana berisiknya.
Tidak
hanya galon yang ditabuhkan. Bahkan dengan ‘kurang ajarnya’ tiang listrik yang
terpangpang di pinggir jalan raya pun juga diturut-sertakan. Mereka terdiri
dari segerombolan bocah dan para remaja yang sebegitu minatnya dengan ritual
macam ini, sampai-sampai mereka membentuk formasi barisan pada saat sedang
beroperasi. Dan ini sungguh mirip dengan sebuah pertunjukan seni drum band di malam hari. Atau bisa jadi ini
adalah bentuk lain dari obsesi para bocah yang ingin menjadi pemain drum band profesional namun belum
kesampaian! :D
Sehari,
dua hari, tiga hari, dan bahkan hingga sepekan lamanya saya cukup bersabar
dengan ketidaknyamanan kejadian di tengah malam belakang ini. Saya maklumi, dan
mengganggapnya bahwa para bocah itu sedang menikmati dan ingin melakukan suatu
hal yang—tolol—mereka anggap bermanfaat dalam momen istimewa ini. Ya, namanya
juga anak kecil. Maklumi saja. Namun yang menjadi keheranan saya, justru alasan
apa yang mendorong para remaja itu lebih memilih tindakan yang merugikan ini
dari pada duduk bersila di masjid atau di kediaman masing-maing sambil
melantunkan ayat-ayat-Nya. Hak asasi manusia? Ya tentu saja. Tak ada maksud
menyamaratakan kehendak. Tapi hei, ada manusia-manusia lain yang juga ingin
mendapatkan haknya, kan?
Setelah
sepekan berlalu, Alhamdulillah hingar-bingar itu jarang saya temui. Mungkin
saja bocah-bocah itu sudah lelah melakukan ritual menyebalkan macam itu. Namun
praduga saya salah. Kembali musti berlapang dada untuk kesekian kalinya atas
pola mereka. Dan kali ini tidak tanggung-tanggung ulah yang mereka perbuat. Ya,
pesta mercon alias petasan. Dan ini bukan hanya sekedar petasan kamuflase
seperti yang saya tuliskan beberapa hari yang lalu, ini sebenar-benarnya bunyi petasan.
Ah, ledakannya sungguh menyebalkan! >_<
Ritual
ini sukses berat membuat saya sering terjaga tengah malam. Seperti saat ini. Bagaimana
tidak, bunyi ledakannya seakan-akan tepat berada di depan rumah. Tidak hanya
sekali dua kali, ledakannya terjadi berkali-kali dan berlangsung selama
berjam-jam. Entah siapa pelakunya. Namun yang pasti perbuatan manusia kalelawar
ini sungguh mengganggu ketentraman orang. Bahkan ibu saja pun juga sering risih
dengan bunyi ledakannya. Entahlah bagaimana dengan tetangga-tetangga sekitar.
Allah berfirman :
“Sembahlah Allah dan janganlah kalian
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada ibu-bapak,
karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan
tetangga yang jauh.” (QS. An-Nisa’ : 36)
Dari Abu Hurairah,
Rasulullah pernah bersabda :
“Tidak akan masuk surga, orang yang
tetanggganya tidak aman dari kejelekannya.” (HR. Muslim)
“Barang siapa beriman kepada Allah dan
hari akhir maka janganlah dia mangganggu tetangganya. Barang siapa yang beriman
kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia memuliakan tamunya. Dan barang
siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia berkata baik
atau diam.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dalam
Islam, seseorang dianjurkan untuk memuliakan tetangganya dan diharamkan untuk
mengganggu tetangganya. Dalam hal ini Allah dan Rasul-Nya mengumpulkan antara
targhib (dorongan) dan tarhib (ancaman), agar setiap muslim dan muslimah
memperhatikan hak-hak tetanggganya. Dari sisi targhib, Allah dan Rasul-Nya
mengabarkan bahwa berbuat baik kepada tetangga merupakan tanda kesempurnaan
iman dan termasuk diantaranya sebab terbesar masuknya seseorang ke dalam surga.
Sementara dari sisi tarhib sebaliknya, dikabarkan bahwa orang yang mengganggu
tetangganya tidak akan masuk surga dan hal itu menunjukkan kelemahan imannya
kepada Allah dan hari akhir. Ini jelas bahwa perbuatan mengganggu tetangga
merupakan dosa besar, sebab pelakunya diancam masuk neraka. Wallahu a’lam
bishawab.
Konsekuensi
dari berbuat baik kepada para tetangga adalah tidak berbuat atau bertindak
semena-mena yang menyebabkan tetangga itu merasa terganggu atau teraniaya.
Sehingga membutuhkan kejelian dan kehati-hatian dari masing-masing pihak untuk
tidak berkata dan berbuat kecuali setelah dipertimbangkan dengan matang antara
maslahat dan mudharatnya.
Ya,
mudah-mudahan saja kita bisa menjadi hamba-Nya yang dapat memuliakan para
tetangga dengan tidak mengusik ketentraman hidup orang lain. Mudah-mudahan
selalu diberikan kesabaran di setiap ketidaknyaman yang orang lain ciptakan terhadap
diri. Dan mudah-mudahan para manusia kalelawar itu juga diberikan kesadaran,
bahwa ada manusia-manusia lain yang hak-haknya sudah terampas oleh
kesemena-menaan atas tindakan yang mereka perbuat. Semoga saja. Aamiin.
---------
Hai diri, kau musti bersiap
siaga untuk terjaga tengah malam demi menyambut bunyi ledakannya. Apakah kau
siap?
Diri hanya menjawab, “Lalu
mau apa lagi?”
#haaissh! (—_—“)a
Kalo saya pernah pas jalan pulang dari buka bersama, ada orang naik motor terus ngelempar petasan ke arah saya. Tadinya kirain itu puntung rokok, tapi tiba-tiba meletus-letus. Sejak itu jadi benci banget sama petasan, anak-anak yang main petas, dan bunyi-bunyi petasan.
BalasHapus:|
Iyaa mbak, intinya segala yang berbau petasan itu merugikan jika tidak pada tempatnya. Apalagi kalo sampai membuat orang lain tidak hanya terganggu, tapi juga ketakutan. Bagi para bandar petasan, mereka menganggapnya sebagai ladang rejeki. Sayang, pemikiran yang dangkal..huks! >,<
HapusMakasi sudah mampir dan komen. Salam kenal, mbak! :)