.jpg)
“Ini
malam sudah tahu seperti apa bagaimana musti berlarut. Tapi kenapa kau masih
saja menanya soal pekat yang diumpat gelap?” Tanya diri pada jiwa.
“Hai
diri, jiwa hanya ingin menikmati bagaimana ini malam. Kau tidak lihat bagaimana
di luar sana. Jauh, teramat jauh dengan duniamu yang selalu dikungkung malam.
Mereka begitu menikmatinya. Menjilati setiap serpihan malam di bawah
lampu-lampu kota barang berselimut angin. Dan kau, kau selalu beradu dengan malam
demi malam berdindingkan buku-buku, internet, musik klasik, hingga acara macam kocok
perut di balik layar tancap. Bodoh, kau tak ingin merasakan kebebasan
macam itu, hah? Memberi tema pada malam-malam minggumu yang tak pernah berjudul..” Gerutu jiwa pada diri.
Diri
berkata pada jiwa, “Wahai jiwa. Aku rasa kau tak sepelupa bagaimana aku.
Bukankah tiap-tiap dari diri pasti akan selalu berada pada dimensi dunia yang
berbeda? Bisa jadi saat ini aku terlalu tepat berada pada dimensi ruangku.
Namun siapa tahu bagaimana esok arus akan membawaku berubah haluan. Namun saat
ini, sungguh, aku benar-benar menikmati duniaku, menjadi diri dengan ala
kadarnya. Iya, menjadi manusia rumahan yang menahan dan rabun pada gemerlap
lampu-lampu kota, angkringan para remaja autis kronis, dan entah apa itu
namanya, malam mingguan ya, iya seperti yang kau bicarakan tadi. Ah,
terserahlah. Aku rasa aroma kamar jauh lebih hangat untuk ku susuri dengan pena
sambil menuangkan apa saja yang berkecamuk dalam benak. Juga wangi keluarga,
tempat berbagi apapun dan apapun melalui kebersamaan, kepedulian, dan cinta.
Dan aku mendapatkannya lewat caraku. Ya, mendapati kebahagiaan yang luar biasa
lewat sekotak kado bernamakan cinta! :) Dan kau, kau tak perlu ketus begitu.
Kau itu sebenarnya agak lugu.
Aku rasa begitu. Kau dapati dari mana naluri pengumpat macam itu, hah? Hei,
ayolaaah ingatkan aku lagi pada nikmat Tuhanmu. Tentang bagaimana nikmat dan
segala kemurahan-Nya. Agar kau dapat menjadi alarm kebaikan tanpa musti ku
pasang waktunya. Ah, sudahlah. Baiknya kita berdamai saja. Lagi pula sudah ku
dapati pesan-pesan malam yang sudah terlanjur memekat. Kau tahu apa pesannya?"
" Segeralah Tidur !! "
----
Hooaaam.. (^,~")....ooO
Iya, iya, segera tidur. Cerewet.. (-__-")
Malem minggu ga' usah kemana2, di rumah lebih asyik!
BalasHapusHehehe...iyaa setuju. Terima kasih telah berkunjung! :)
Hapuswidiih... keren" kata"nya, penggunaan katanya tepat semua :D
BalasHapusknpa ga coba buat syair aja? mungkin bisa lbih baik :)
Hai, terima kasih sudah berkunjung.
HapusNgga pandai buat syair, jadi nulisnya ngalir, apa adanya, yang penting dari hati :)
Is is is.....ya sudah bobok sana...
BalasHapusWuih kata katanya rek, hayo cepetan tidur
BalasHapusHai, menujumadani.
BalasHapusTerima kasih atas kunjungannya lagi. Selamat beristirahat juga.. :)
mau tukeran link gak mbak,? sama blog saya http://kisahdanceritakuu.blogspot.com/
BalasHapusalexa udah dibawah 2jt
Karena diri pandai bersyukur, sedangkan jiwa itu perenung. makanya jiwa banyak protes. kalau diri sudah berangkat tidur, apa jiwa akan tetap mengeluh ya. ini yang saya serap
BalasHapusahaa selamat bobo'
nulis memang yang ngalir aja mbak,, biar berasa :D
BalasHapusDone follow sini #24. Follow back - http://sharifahamarina.blogspot.com/
BalasHapusHai, Ikhsan.
BalasHapusMakasi atas kunjungannya yaa. Salam kenal.. :)
Hai, Heru.
BalasHapusIyaaa ngeluhnya berlanjut pada bunga tidur masing-masing, he.
Makasi atas kunjungannya. Salam kenal yaa.. :)
Hai, Lulu.
BalasHapusIyaa sepakat. Yang penting dari hati; jujur, he.
Makasi atas kunjungannya. Salam kenal yaa.. :)
Hai, Sharifah.
BalasHapusMakasi atas kunjungannya. Salam kenal yaa.. :) :)
aku juga pengen berkunjung nih
BalasHapusHai, Kicky.
BalasHapusIyaaa terima kasih atas kunjungannya.. :)