Kamis, 21 Maret 2013

Your Life is Worthy


Menjadi pendengar baik tidak selamanya membosankan. Adakalanya kita juga dapat memetik pelajaran berharga dari berbagai kisah yang dituturkan oleh lawan bicara kita. Beberapa pekan belakangan ini justru dipercaya oleh beberapa orang—teman dekat—untuk menjadi pendengar baik dari berbagai kisah mereka dan belajar memahami tingkat emosi dari masing-masing individu. Kita tahu bahawasanya setiap situasi dan kondisi dari masing-masing orang tidak lah selalu sama. Maka dari itu, keberagaman tingkat emosi manusia pun juga sangat bervariasi. Seketika merasa bahagia, sedih, galau, dan bahkan merasa hambar. Dan selama menjadi pendengar setia mereka, ada sesuatu yang dapat saya pahami ketika kita berada dalam emosi yang berbeda setiap waktunya.

Perasaan bahagia dapat tercipta manakala sebuah kenyataan berbanding lurus dengan apa yang kita impikan. Atau sebuah pencapaian yang melebihi dari apa yang kita targetkan selama ini. Ya, meski kebahagiaan itu bersifat relatif pada masing-masing personal, namun saya yakin bilamana sesuatu yang kita idam-idamkan selama ini dapat tercapai melalui sebuah proses perjuangan dan kerja keras, maka jangan ditanya lagi seberapa besar nilai kebahagiaan yang dirasa.

Begitu banyak kisah kebahagiaan dari orang-orang terdekat. Mengenai momentum kelulusan mereka, pernikahan mereka, kisah kelahiran anak pertama mereka, dan lain sebagainya. Respon kebahagiaan pun juga akan berbeda pada tiap masing-masing personal. Ada yang menyikapinya dengan biasa-biasa saja, ada yang girang bukan kepalang dalam menyambut keberhasilannya, dan bahkan mungkin juga ada yang berbangga diri atas pencapaiannya hingga lost control yang memuncak pada suatu kesombongan. Naudzubillah ya kalau sudah begini. Tapi ya namanya juga manusia toh pasti mereka tidak akan pernah luput dari kesempurnaan—termasuk mungkin saya sendiri tanpa saya disadari—! :)

Kebagiaan adalah anugerah dari Tuhan. Karena tidak semua orang dapat merasakan kebahagiaan dengan cara cuma-cuma dalam hidupnya. Meski konon kebahagiaan itu sangat sederhana, namun saya yakin bahwa pencapaiannya tidak sesederhana penguraiannya. Akan ada banyak perjuangan, kerja keras, kegigihan, dan bahkan sesuatu yang musti dikorbankan (peluh, tangis, dan darah) untuk mendapatkannya. Kalau pun kebahagiaan nampak begitu sederhana, saya yakin itu bukan suatu kebahagiaan, melainkan sebuah kesenangan.

Ada banyak faktor terbentuknya suatu kebahagiaan dalam diri masing-masing personal. Yang menjadi perhatian penting adalah bagaimana cara kita tetap mempertahankan emosi tersebut agar selalu membangkitkan nilai positif dan semangat di setiap letupan emosi yang ada. Meski tingkat moody seseorang setiap waktu selalu dinamis mengikuti suasana hati masing-masing, namun BERSYUKUR adalah cara jitu untuk berterima kasih atas perasaan merekah ruah agar selalu tumbuh di dalam hati. Dan bahkan sebagian orang meyakini bahwa kebahagiaan itu sangat mudah didapat hanya dengan rasa syukur. Perkara setuju atau tidak, itu semua tergantung dari interpretasi masing-masing individu.

Sama halnya dengan kebahagiaan, faktor kesedihan juga banyak penyebabnya. Seperti yang dialami teman dekat beberapa pekan belakangan ini. Kegagalan, kekecewaan, putus asa, perdebatan, pesakitan, dan bahkan kehilangan orang-orang yang disayang. Kebahagiaan juga tidak lepas dari rasa sedih yang mendalam, menyadari bahwa setiap manusia tidak selalu merasa bahagia di setiap waktunya. Bisa jadi seseorang merasakan kebahagiaan setelah mengalami suatu pesakitan yang mendalam, atau bahkan pernah merasakan suatu kebahagiaan kemudian dirundung oleh perasaan sedih akibat suatu kejadian. Seperti hukum alam; ada siang ada malam, ada atas ada bawah, ada hitam ada putih, ada bahagia pasti juga ada sedih.

Sebenarnya jika kita mau menanggalkan kacamata kuda, tidak selulu melulu suatu kesedihan adalah suatu bencana. Jika kita mau berfikir positif, sebenarnya kesedihan adalah wujud cara Tuhan menyayangi kita dengan cara yang mungkin kita sendiri kurang menyukainya. Dimana kita akan diajarkan pada proses sabar dan ikhlas yang sebenarnya cukup sulit dalam pengaplikasiannya. Memang tidak semudah apa yang dituliskan, namun jika belajar dari guru terhebat dalam hidup—pengalaman—memang seperti inilah realitanya. Saya juga pernah mengalami tiitk dimana hidup benar-benar merasa down dan berada di titik paling dalam dari sebuah kesedihan, yaitu pada saat kepergian laki-laki yang paling dicintai dalam hidup keharibaan-Nya; Bapak.

Mungkin seruan untuk bersabar dan ikhlas kurang tepat jika kiranya disuguhkan kepada mereka yang sedang berada pada titik paling bawah dalam hidup (bersedih). Namun disadari atau tidak, percaya-tidak-peraya, seiring berjalannya waktu justru proses bersabar dan ikhlas akan muncul dengan sendirinya tanpa kita sadari. Mengeluh pun juga tidak akan mecahkan masalah. Kendati pun kita merasa cukup puas meski hanya sesaat karena dapat meluapkan segala kekecewaan dan uneg-uneg dalam hati, namun tetap saja dengan mengeluh tidak akan ada solusi yang dapat dicapai. Lagi-lagi, rasa SYUKUR akan jauh lebih nikmat jika dibandingkan dengan sebuah hujatan, makian, atau rasa kecewa kepada Sang Pemilik Hidup. Karena sebagai manusia biasa, mungkin dengan bersyukurlah adalah cara paling mudah yang dapat kita lakukan untuk proses menikmati berserah diri.

Selain itu jika kita mau berfikir positif, sebenarnya sebuah kesedihan juga merupakan cerminan intropeksi diri agar kualitas pribadi yang kita miliki dapat lebih baik lagi kedepannya. Mungkin saja cara yang kita pakai selama ini kurang tepat untuk kita terapkan pada setiap permasalahan yang ada. Konon kita tidak akan menikmati indahnya pelangi tanpa adanya tetesan hujan. Baiklah kita anggap saja kesedihan dan setiap permasalahan yang ada sebagai hujan, jika kita mampu melewatinya, saya yakin Tuhan akan menghadiahkan kado terindah berupa pelangi tadi; kebahagiaan. Meski proses mendapatkannya seperti bermain lotre! :)

Demikian juga dimana pada saat seseorang sedang merasakan suatu kegalauan. Kata GALAU mulai menjadi trend pada awal tahun 2012 hingga saat ini. Virus ini pun lebih populer menggerogoti kalangan kaula muda. Bahkan saya pun juga tidak luput terjiprat virus ini lantaran urusan Skripsi beberapa bulan yang lalu. Beberapa teman juga terjangkit virus yang melemahkan semangat ini lantaran urusan asmaranya (ehmm:p). Perasaan galau selalu diiidentikkan dengan dilema, keraguan, kebimbangan, kegelisahan atas sebuah pilihan yang tidak disegerakan dalam pengambilan sebuah keputusan dengan maksud dan tujuan agar hasil yang dicapai lebih baik lagi dari sebelumnya. “Boro-boro mau move on, buat mentuin pilihannya aja masih bingung!”. Kalimat macam ini yang kerap dilontarkan oleh kebanyakan orang.

Sebenarnya bukan sulit atau tidaknya, melainkan karena faktor keraguan dan ketakutan akan sebuah resiko yang diambil manakala akibat move on itu dilakukan. Sebenarnya kalaupun terdapat sebuah kesalahan atau pun kegagalan atas pilihan yang sudah diambil, bukankah pada akhirnya kita akan diajarkan pada proses kebenaran—kebaikan—itu sendiri? Dan yang lebih parah lagi adalah ketika kita tidak tahu pilihan mana yang akan kita ambil, dan tidak tahu pula sampai berapa lama kegamangan itu kita biarkan hadir dalam hati kita. Nah ini sama halnya dengan sengaja menumbuh dan mengembangbiakkan virus kegalauan itu secara nyata hingga mendarah daging, wahai saudara-saudara! :D

Mungkin serasa tidak ada lagi yang tersisa, sebenarnya justru di sini ada sebuah pembelajaran. Untuk keputusan yang tidak bisa diplih dan yang tidak bisa segera dilupakan, ya tidak perlu dilupakan. Namun segera dipilih dan perlu disulap sedemikian rupa sehingga dapat dinikmati tanpa meninggalkan pesakitan. Karena saya yakin bahwa masing-masing individu pasti memiliki cara tersendiri untuk menyikapi setiap permasalahannya, termasuk kegalauannya. Adalah bar-bar ketika kita memaksa orang lain untuk sama dan mengikuti cara kita. Sorry I don’t know the answer, but U exactly do! :)

Kemudian adanya perasaan hambar yang berbeda dari situasi dan kondisi sebelumnya. Perasaan hambar terjadi bilamana suatu perasaan yang pada awalnya bergejolak kemudian berubah menjadi biasa, datar, dan statis. Tidak merasa bahagia, tidak sedih, tidak galau, dan bahkan serasa membosankan karena sebuah kejenuhan terhadap sesuatu yang monoton dan tidak ada pembaharuan di dalamnya. Mungkin bisa jadi setiap orang pasti juga pernah mengalaminya. Perasaan hambar juga diidentikkan dengan kekosongan. Sebenarnya jika dilihat dari sudut pandang positif, tanpa kekosongan siapa pun tidak akan dapat memulai sesuatu. Lewat kekosongan ini justru sebenarnya adalah peluang bagi kita untuk memulai sesuatu, peluang untuk membangkitkan semangat dan gairah positif yang mulai memadam.

Manusia layaknya seperti air, meskipun tidak dapat disamakan dengan air. Namun sifat yang ada di semesta alam ini dapat dijadikan pelajaran oleh manusia. Kelebihan manusia adalah dapat merubah sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin, atas ijin-Nya. Sementara air tentu saja tidak mungkin berfikir untuk membalikkan arus. Manusia mampu melakukan hal tersebut. Tergantung mereka ingin atau tidak, bukan mampu atau tidak. Disinilah maksudnya, bahwa perasaan manusia sebenarnya dimanis. Kalau pun perasaan manusia serasa datar, kosong, dan hambar, saya yakin itu hanya bersifat sementara. Seiring berjalannya waktu, jika manusia INGIN mengisi kekosongan itu maka suatu hari nanti akan terisi dengan keberagaman warna yang akan menghadirkan cinta di dalamnya.

Setiap suasana hati dan fikiran manusia akan selalu berubah disetiap waktunya. Perasaan bahagia, sedih, galau, hambar, dan bahkan apa pun bentuknya, sebagai manusia biasa kita tidak dapat memprediksikan apa yang akan terjadi di kemudian hari. Yang dapat kita lakukan adalah selalu berusaha bagaimana memberikan yang terbaik untuk hari ini. Karena untuk menjadi yang terbaik adalah bukan karena ingin terlihat berbeda diantara yang lain, dan memaksakan diri agar sama baiknya dengan orang lain. Terbaik adalah dimana kita bisa melampaui diri kita sendiri, untuk memecahkan rekor kita sendiri dan menjadi lebih baik dari hari kemarin. Memberi, mensyukuri, menikmati, lalu bahagia! :)


So, don’t hide out inside yourself, if you only let the sunshine on you. Just open up your heart and feel every spectaculer shiver in your life, then make your life be lively. Whatever the season what you getting now, your life is worthy. Trust me! ;)
– Rose Dian Jaianti –

4 komentar:

  1. itulah rasa...
    jadi keinget pertanyaan setahun yang lalu dari seorang trainer.." Apa sukses menurut anda???"..saya pun menjawab "Sukses= Bahagia=syukur".

    >>jempol buat jenk Rose Dian jaianti

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, interpretasi bahagia juga tidak bisa disamaratakan pada masing-masing personal. Melihat konteks pencapaian bahagia itu sendiri tidak semudah seperti apa yang dirasakan. Namun, sebagian orang berasumsi bahwa kebahagiaan itu bermuasal pada rasa 'syukur'. Yaaa..perkara kita setuju atau tidaknya, hal demikian juga tergantung pada persepsi masing-masing! :)

      Terima kasih sudah mampir, (tuan/nona) Anonim! :)

      Hapus
  2. Balasan
    1. Hai, mbak Fenny!

      Huaaa saya belum beranak loo, mbak! :D
      Tapi makasih buat kunjungannyaaa. Salam kenaal :)

      Hapus

Hello!

Kamu Pengunjung Ke :

Rose Dian Jaianti. Diberdayakan oleh Blogger.

Paling Sering Dilihat

Welcome..

Hai, Selamat datang!

Selamat menikmati beragam gradasi warna yang dipancarkan oleh langit..


Resapi warnanya, nikmati pesonanya, dan tersenyumlah! :)

Selamat menikmati..
*\(^O^)/*

 

Gradasi Senyum Langit Design by Insight © 2009