Jumat, 16 Agustus 2013

Bersemangatlah, Para Marhaen!


Beberapa tempo waktu yang lalu, tanpa direncanakan, takdir membawa diri untuk berkesempatan bertemu dengan petani-petani desa yang luar biasa. Sebut saja dusun Torpong, sebuah dusun yang terletak di Desa Batonaong, Kecamatan Arosbaya, Kabupaten Bangkalan – Madura. Mayoritas penduduk desa bermata pencaharian sebagai petani. Namun selama menginjakkan kaki di Desa ini, tak pernah saya jumpai alat pertanian berupa traktor untuk mempermudah para petani dalam menggarap sawahnya. Semuanya serba tradisional. Para petani biasa menggunakan cangkul dan sapi-sapi mereka untuk menggantungkan hidup. Maka jangan heran, jika di setiap pemukiman masyarakat pedesaan di Madura, akan sering kalian jumpai kandang sapi lengkap dengan sapi-sapinya. Karena dengan hewan-hewan ternak inilah biasanya para petani menggantungkan hidupnya.

Berkesempatan menjadi seorang tenaga pengajar di sebuah sekolah dasar di pelosok merupakan sebuah keberuntungan tersendiri bagi saya. Ketika memasuki perkuliahan tingkat akhir dimana sebagian besar teman-teman seangkatan memilih untuk berlomba menandaskan tugas akhirnya, saya justru memilih untuk tetap belajar pada unversitas kehidupan ini. Dimana para dosennya adalah manusia luar biasa tanpa mengunyah gelar kesetrataan; mata kuliah yang diberikan adalah ilmu hidup yang tidak pernah saya temukan di bangku sekolah; dan SKS yang diterapkan tidak pernah dipatok oleh angka-angka, namun nilai-nilai kemanusian.

Universitas kehidupan ini, paling tidak sedikitnya telah mengenalkan diri tentang kemanusiaan dan nilai-nilai moralitas di dalamnya. Meski secuil ujung kuku ilmu yang didapat, saya bersyukur karena setidaknya Tuhan telah memberikan kesempatan mahasiswa totol nan apatis ini untuk belajar pada mereka-mereka yang luar biasa. Tanpa aling-aling bendera apapun. Tanpa khawatir kalau-kalau ketua bendera memecat diri karena tidak ambil andil dalam pergerakan. Tanpa perlu berharap-harap cemas sambil berpikir apa yang bisa diri dapatkan dari bendera yang menaungi diri, kalau-kalau urusan perut mulai memperihatinkan. Aih, ini sama halnya dengan tai kucing, bukan? Tapi, sudahlah.

Beberapa tempo lalu, saat posisi matahari tepat berada di atas kepala, di sebuah persawahan dan ditemani anak-anak kecil berseragamkan putih merah, seorang marhaen mengajarkan diri tentang nilai-nilai moralitas kemanusiaan. Marhaen hanyalah orang yang memiliki alat-alat yang sedikit, orang kecil dengan milik kecil, dengan alat-alat kecil lagi sederhana, sekedar cukup untuk dirinya sendiri. Kali ini saya benar-benar menjumpainya dalam pertemuan, bukan pada lembar-lembar kertas tebal yang berjilidkan sampul.

Orang-orang desa memang sangat ramah. Meski usia saya jauh di bawah mereka, orang-orang sepuh di sana begitu menaruh hormat dan santun. Mungkin karena pada saat itu status saya sebagai tenaga lepas (pengajar) di dusun itu. Hal seperti ini yang sering membuat saya sering meleleh. Karakter bangsa yang dikenal dengan keramah-tamahannya masih terpelihara di pelosok negeri. Tidak seperti di tempat tinggal saya dan di kota-kota sekitar, dimana kepedulian sudah mulai tergerus oleh gaya hidup yang super wow.

Dengan memberanikan diri turun ke sawah, saya dapat berkomunikasi langsung dengan para petani itu. Ya, sekedar bertegur sapa dan ingin melihat langsung bagaimana mereka bekerja dari jarak yang teramat dekat. Saya ingat percakapan kami beberapa tempo lalu. Kala itu saya hanya bertanya, “Apa bapak bahagia menjadi petani?”.

Dengan ekspresi tersenyum sambil menghisap rokok yang dipeganginya, petani itu menjawab, “Bertani itu tidak mudah, nak. Namun jika ikhlas menjalaninya ada kepuasan tersendiri. Mulai dari membajak dengan sapi-sapi ini, menabur bibit, memupuk, merawat, menjaga dari hama dan burung-burung yang sewaktu-waktu menghampiri, lalu tumbuh dan berkembang hingga saatnya panen nanti. Setelah memanennya, kami menjemurnya, kemudian moppo –istilah masyarakat Madura dalam merontokkan padinya–, lalu menggilingnya hingga menjadi beras. Tidak hanya sampai di sini, kami menjualnya pada tengkulak di pasar. Terkadang kami menyimpannya untuk musim kemarau mendatang. Sedih rasanya jika musim panen gagal. Namun keringat kami tidak bernilai apa-apa jika musim panen kami berhasil. Ada kepuasan tersendiri bagi kami. Jika ditanya bahagia atau tidak, kuncinya adalah ikhlas dalam melakukan apapun. Dan kami bahagia menjadi orang tani”. (mak jleeb!)



Kemudian beberapa meter dari arah ‘marhaen’, saya menemukan seorang perempuan renta dengan semangat juang menghidupi dirinya. Usianya sudah lanjut, tubuhnya sudah cukup renta melakukan pekerjaannya. Hanya demi rupiah lima ribu saja dengan bermodalkan semangat nenek luar biasa ini rela menjadi petani garapan –mereka-mereka yang bekerja pada sawah orang lain– di bawah teriknya matahari. Meski hanya menaburkan benih pada bidang-bidang tanah yang cukup luas, tidak ada keluh yang keluar dari mulutnya untuk menyambut sesuap nasi. Nenek ini selalu membiaskan senyumannya. Sesekali saya mengajaknya berkomunikasi, dia selalu menatap saya dan tetap memberikan senyumannya sebagai jawabannya. Ah, sangat malu rasanya jika membandingkan diri dengan menghabiskan waktu dengan keluhan. Sementara di luar sana, banyak sekali mereka-mereka yang terganduli dirinya oleh masalah hidup tanpa berkeluh payah.



Tepat sudah enam puluh delapan tahun bangsa ini merdeka, lepas dari segala belenggu penindasan dan kemalangan. Perekonomian tumbuh dengan sangat cepat, teknologi berkembang pesat dan para intelektual negeri pun terus menerus bermunculan. Namun ternyata kurun waktu puluhan tahun merdeka tidak cukup untuk membuat para petani negeri ini makmur. Celakanya, para petani kian lama malah terjelembab ke dalam jurang yang semakin jauh dari yang dicita-citakan para pendiri bangsa ini.

Sudah tiba waktunya untuk menghentikan penderitaan para petani yang notabene menjadi penyumbang paling besar dalam pembangunan negeri ini. Dan tidak kalah pentingnya, juga peran dari para akademisi dan pelajar negeri ini untuk terus memberikan sumbangannya kepada khalayak dengan melakukan penelitian serta pengembangan dalam dunia pertanian demi kemajuan sektor pertanian. Kerjasama optimal dan menyeluruh dengan antar pihak terkait diharapkan dapat membuat kondisi pasar produk pangan dalam negeri dan nasib para petani dapat terus lebih baik setiap tahunnya. Karena mereka, para marhaen, sudah sangat cukup untuk terus menderita, menjadi orang kecil yang terus dipaksa untuk mengikuti pola ekonomi imperialisme, malang dan tertindas.





--------
Hei, para pesolek negeri, para pemakan hak-hak orang banyak. Tolong, buka mata hati kalian lebar-lebar!
Aaaaaahh menyebalkan! >_<

8 komentar:

  1. masih suasana lebaran kan,
    sambil ucapkan mohon maaf lahir batin, mata lirak lirik kiri kanan cari ketupat,
    happy independence day for Indonesia...merdeka :-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai, Hariyanto. Terima kasih sudah berkunjung dan komen.

      Iyaa..mohon maaf lahir dan batin juga yaa. Mudahan-mudahan Indonesia bisa bersih dari tikus, buaya, dan kadal koruptor. Impian yang sulit direalisasikan, tapi sudahlah mari kita amini saja! >_<

      MERDEKA !!!

      Hapus
  2. Semoga para pesolek negeri tergugah dan mendapatkan hidayah, sebelum maut menjemput mereka para oknum perusak negeri ini.

    Salam wisata

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin..

      Menghujat pun juga ngga bakal menyelesaikan masalah. Cara terbaik adalah melakukan dan memberikan semampu yang kita bisa untuk bumi pertiwi ini. Meski hanya berbuat kecil untuk lingkungan terdekat.. :)

      Terima kasih sudah berkunjung lagi.. :D

      MERDEKA !!!

      Hapus
  3. Balasan
    1. Holaaa, bro!
      Long times no see. Akhirnya kau lulus juga, he :D

      Alhamdulillaaah baik, Abay. Mohon maaf lahir dan batin yaa.. :)

      Salam, MERDEKA !!! :D

      Hapus
  4. semangat,,,,,
    mampir d blog saya jg y...

    aji-apps.blogspot.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai, Aji. Terima kasih sudah mampir dan komen! :)

      Iyaa sudah. Semoga blognya bermanfaat yaa..salam kenal :)

      Hapus

Hello!

Kamu Pengunjung Ke :

Rose Dian Jaianti. Diberdayakan oleh Blogger.

Paling Sering Dilihat

Welcome..

Hai, Selamat datang!

Selamat menikmati beragam gradasi warna yang dipancarkan oleh langit..


Resapi warnanya, nikmati pesonanya, dan tersenyumlah! :)

Selamat menikmati..
*\(^O^)/*

 

Gradasi Senyum Langit Design by Insight © 2009