Sabtu, 04 Mei 2013

Akumulasi Semangat Para Laskar Senyum Sehat


"Maha Adil Tuhanku atas Segala Ketetapan-Nya. Bahwa setiap kedudukan manusia akan terlihat sama di hadapan Tuhan. Sedang pembedanya adalah tingkat ketaqwaan seorang hamba yang dilandasi dengan rasa keikhlasan.."
- Rose Dian Jaianti -

Sudah setahun lebih membiarkan kerinduan ini mengendap dalam otak kami. Ya, November 2011 lalu kami masih diberikan kesempatan untuk dipertemukan kembali oleh Tuhan Semesta Alam di Desa Pelangi ini pasca pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata. Dan kini, lagi-lagi untuk kali ketiganya, Yang Maha Mendengar mengijinkan kami untuk menginjakkan kaki kembali di desa ini untuk bertemu dengan para Laskar Senyum Sehat. Laskar Senyum Sehat adalah sekumpulan anak-anak Desa Tragih yang selalu membagikan senyum dan semangatnya saat berdekatan dengan kami. Lalu kenapa senyum sehat? Iya, karena senyum mereka adalah asupan yang menyehatkan dan vitamin bagi semangat kami selama masa keberbagian hingga mengantarkan kami terus bergerak sesuai dengan versi masing-masing.

Lagi-lagi, perjalanan kali ini hanya dituntaskan kembali oleh saya dan ketiga rekan semasa perjuangan (Triandi Dharma, Deki Irawan, dan Rudy Mikiyanto). Dulu kami pernah bersepakat, jika masing-masing dari kami telah menyandang gelar masing-masing, maka jika Tuhan mengijinkan, suatu saat nanti kami musti melunasi misi tersebut untuk menyapa kembali semangat para Laskar Senyum Sehat di markas mereka; Desa Tragih Kecamatan Robatal-Sampang. Dan hari ini, agen penikmat senyum sehat yang terdiri dari empat manusia dengan keberagaman karakter telah berhasil menyelesaikan misi mereka masing-masing. Alhamdulillaaah.. :D

Seperti biasa, kediaman Kepala Desa adalah lokasi yang pertama kali kami kunjungi. Disana, kami dimanjakan dengan berbagai jamuan. Senang rasanya melihat pasukan Laskar Senyum Sehat mulai berbondong-bondong berdatangan ke lokasi. Mereka tersipu malu. Sesekali mereka mengintip kami di balik tembok seakan asing dengan kedatangan kami. Kami sapa satu persatu dari mereka. Ada beberapa nama yang terlupakan, padahal sebenarnya kedekatannya cukup dekat. Mungkin karena sudah lama tak bertatap muka. Namun tetap saja, wajah polos mereka adalah jamuan ternikmat yang menggemaskan. Rasa-rasanya seperti mendapatkan kado spesial atas kelulusan kami. Senaaaaaaaang! :D

Tanpa sepengetahuan rekan-rekan, saya mengajak para pasukan Senyum Sehat untuk menyambangi kediaman para warga yang dulu biasa saya kunjungi. Ada kenangan hangat akan sikap dan cakap mereka selama masa pengabdian dulu. Alasan ini yang membuat saya berkeinginan untuk mendatangi mereka lagi. Lokasi pertama yang menjadi target berbagi senyuman adalah kediaman mbah Oneng. Mbah Oneng adalah salah satu lansia di Dusun Gil-Panggil dengan kondisi ekonomi yang cukup memprihatinkan. Dan sungguh, tidak ada maksud untuk mengkaji si papa. Justru disini pembelajarannya. Ya, lagi-lagi dipertemukan dengan materi “Syukur Dalam Keberbagian” meski menyadari sesulit apapun sketsa latar situasi dan kondisinya. 


Dulu semasa pengabdian, beliau pernah mendatangi posko kami dengan mengenakan pakaian ala kadarnya dan mengenakan kacamata baca yang sudah tak layak pakai. Dari kepalan tangannya, beliau membawakan kami sekantong plastik berisikan beras. Namun tetap saja penolakan kami kalah. Dan inilah awal mula pertemuan kami dengan seorang nenek sederhana dengan semangat keberbagiannya! :)

Saat ini beliau hidup bersama dengan keponakannya yang sudah setengah baya. Kediamannya yang dulu, yang terbuat dari bilik bambu, saat ini sudah dirobohkan karena sudah tidak layak pakai. Alhamdulillah hari ini saya menemui beliau dalam keadaan sehat. Kacamatanya sudah tak dipakainya lagi, sudah retak sebelahnya. Namun sikap hangatnya yang khas telah menjadi alasan yang membuat saya beringinan untuk terus berbagi dengannya.

Beberapa meter dari kediaman mbah Oneng, target berikutnya adalah kediaman mbah Sawi. Sebagian pasukan Laskar Senyum Sehat yang sudah kekeuh untuk bolos madrasah masih membuntuti saya, namun sebagian lagi berhasil saya bujuk agar tidak bolos.


Senang rasanya kedatangan kami disambut hangat oleh mbah Sawi. Dan tiba-tiba saja beliau menitikkan air mata. Lagi dan lagi, doa demi doa beliau panjatkan atas kedatangan kami. Luluh rasanya jika sudah dihadapkan dengan situasi macam begini. Ya, meski sudah kali ketiga saya menginjakkan kaki di kediamannya, rasa-rasanya tidak pernah terpuaskan untuk bertegur sapa lagi dan menjadi pendengar baiknya. Mbah Sawi suka bercerita mengenai kondisi desanya. Juga mengenai sejarah hidupnya.

Suami dan anak-anaknya sudah meninggal dunia. Dari pernikahannya yang pertama, beliau dikaruniai tiga orang anak. Suami pertamanya meninggal, lalu disusul oleh ketiga anak-anaknya. Kemudian beliau sempat menikah lagi dengan suami keduanya dan dikaruniai tiga orang anak. Ya, lagi-lagi takdir berkata lain. Suami keduanya beserta tiga orang anaknya kembali berpulang menghadap Dzat Pemilik Hidup. Hingga akhirnya beliau memutuskan menikah lagi untuk kali ketiganya. Dan ini adalah pernikahannya yang terakhir. Dari pernikahannya yang ketiga, beliau tidak dikaruniai keturunan. Namun, lagi-lagi Tuhan memiliki maksud yang sama sekali tidak pernah kita mengerti tujuan-Nya. Suami ketiganya kembali meninggalkan dirinya dan semesta alam ini.

Saat ini mbah Sawi tinggal bersama dengan saudara kandungnya, mbah Artena namanya. Usia mbah Artena lebih sepuh jika dibandingkan dengan mbah Sawi. Keadaannya pun juga tidak sesehat mbah Sawi. Mbah Artena mengalami gangguan pada indera penglihatannya. Ya, beliau mengalami kebutaan. Sehingga apapun aktivitas yang dilakoninya, mbah Sawi pasti akan melibatkan diri untuk membantunya. Mbah Artena lebih banyak menghabiskan waktunya di atas tempat tidur. Maka wajar saja setiap saya menyambangi kediamannya, saya tak pernah menjumpai dirinya. Apalagi juga didukung oleh faktor larangan dari mbah Sawi yang kerap melarang saya untuk menemui beliau. Entah mengapa alasannya.

Selang beberapa menit setelah perbincangan kami, tiba-tiba saja mbah Artena keluar seorang diri dibalik dinding kayu bercat biru. Rambutnya sudah memutih. Wajahnya pucat pasi. Dan dipeganginya sebuah tongkat sederhana yang terbuat dari batang pohon yang sudah mengering. Ini adalah kali pertama saya mengenali dan melihat mbah Artena secara langsung. Sosok yang biasa diceritakan oleh mbah Sawi dan disembunyikannya hingga kali ketiga kedatangan saya, dan baru kali ini pula saya dapat berinteraksi langsung dengan beliau.


Maha Adil Tuhanku atas Segala Ketetapan-Nya. Bahwa setiap kedudukan manusia akan terlihat sama di hadapan Tuhan. Sedang pembedanya adalah tingkat ketaqwaan seorang hamba yang dilandasi dengan rasa keikhlasan. Sudah kesekian kalinya diberikan bonus oleh Tuhan Semesta Alam untuk belajar dan dipertemukan pada tulusnya hati manusia yang dibingkai dengan tulusnya penerimaan sebuah ketetapan; keikhlasan. Terima kasih mbah, untuk nilai-nilai moral dan doa-doa yang dipanjatkan. Terima kasih karena mau membagikan senyum dan semangatnya lagi. Suplemennya benar-benar menyehatkan! :)

Dari kediaman mbah Sawi, sesegera mungkin dengan mempercepat langkah kaki, saya dan para Laskar Senyum Sehat kembali ke kediaman Kepala Desa. Setelah menyantap jamuan yang telah dihidangkan, kami pun meminta ijin untuk melanjutkan perjalanan ke tujuan berikutnya. Kali ini perjalanan selanjutnya saya tuntaskan bersama para rekan, bukan pasukan Laskar Senyum Sehat lagi. Untuk tujuan kali ini kami musti menempuh perjalanan sejauh ± 2 Km dengan berjalan kaki. Tujuan kedua kali ini tidak lain untuk berziarah ke kediaman seorang kiai setempat. Saya sendiri mengetahui kabar duka ini dari salah seorang yang sebenarnya merupakan penduduk pribumi yang kebetulan berdomisili di Kota Bangkalan sebagai pedagang bakso kaki lima. Dari pertemuan yang tidak disengaja sebelumnya, saya mendapatkan kabar duka ini. Iya, Innalillahi wa innailaihi rojiun. Seorang alim ulama yang banyak membantu kami selama masa pengbdian telah berpulang ke haribaan-Nya.

Di kediaman beliau, kami disambut dengan hangat. Banyak hal yang dibagikan. Tentang keadaan desa, masyarakat pribumi, juga tentang kenangan kami selama masa pengabdian. Meski tak begitu lama waktu yang kami tandaskan bersama, namun silaturrahmi ini cukup berkesan. Selang beberapa waktu dari acara jamuan, kami pamit kembali ke kediaman Kepala Desa untuk pulang.


Sore. Dalam perjalanan pulang ke kediaman Kepala Desa, di atas jembatan yang mengalir dibawahnya sungai-sungai kami telah ditunggu oleh sebagian bocah kecil. Dan kebetulan, ini adalah waktunya mereka untuk pulang dari madrasah. Di tengah perjalanan, saya dan para rekan kembali diserbu oleh segerombolan pasukan Laskar Senyum Sehat. Sebagian dari mereka berjalan bersama kami, namun sebagian lagi berlari ke kediaman Kepala Desa untuk menanti dan berkumpul disana. Setibanya disana, kedatangan kami kembali disambut dengan hangat oleh warga yang sudah berkumpul sedari tadi.

Entahlah, tidak tahu pasti berapa jumlah mereka yang berjejer menduduki teras di luar musholla. Juga tidak tahu seberapa besar akumulasi semangat dari para Laskar Senyum Sehat. Yang saya rasakan bahwa akumulasi semangat itu telah menjadi vitamin sehat yang telah menjadi penguat untuk terus bergerak. Karena akumulasi semangat-semangat itu pula lah yang menjadikan kami untuk terus berkeinginan merangkul senyum-senyum sehat lainnya di luar sana.

Ada pertemuan, pasti ada perpisahan. Sesuatu yang sebenarnya kurang disukai, namun mau-tidak-mau pasti akan kita temui juga. Di atas mobil, saya coba mencerna wajah-wajah polos mereka. Persis seperti dulu saat kami berpamitan untuk kembali pulang ke kediaman kami masing-masing. Terima kasih untuk senyum dan semangatnya yang sudah dibagikan. Dari dulu hingga sekarang saya adalah pengagum terberat kalian. Terima kasih karena sudah menjadi inspirasi dan motivasi terbesar yang mengimbangi rasa kecintaan saya pada senyum Bapak. Entahlah, bagaimana kalian di pelosok sana dapat membaca pesan ini. Semoga kalian tetap terus bersinar untuk menghebat dunia dan akhirat kalian kelak. Jika raga dan ruh ini diberikan kesempatan lagi, ingin sekali rasanya suatu saat nanti menagih kembali semangat dan senyuman kalian. Entah kapan. Semoga! :)

2 komentar:

  1. Tidak mudah berkisah dengan tulisan yang panjang dan mengasyikkan seperti tulisan ini..... Good Job...adinda ku...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waaah pak Wahyu ini bisa saja, (he). Terima kasih pak sudah sedia mampir dan membacanya! :)

      Hapus

Hello!

Kamu Pengunjung Ke :

Rose Dian Jaianti. Diberdayakan oleh Blogger.

Paling Sering Dilihat

Welcome..

Hai, Selamat datang!

Selamat menikmati beragam gradasi warna yang dipancarkan oleh langit..


Resapi warnanya, nikmati pesonanya, dan tersenyumlah! :)

Selamat menikmati..
*\(^O^)/*

 

Gradasi Senyum Langit Design by Insight © 2009