"Maha
Adil Tuhanku atas Segala Ketetapan-Nya. Bahwa setiap kedudukan manusia akan
terlihat sama di hadapan Tuhan. Sedang pembedanya adalah tingkat ketaqwaan
seorang hamba yang dilandasi dengan rasa keikhlasan.."
- Rose Dian Jaianti -
Sudah
setahun lebih membiarkan kerinduan ini mengendap dalam otak kami. Ya, November
2011 lalu kami masih diberikan kesempatan untuk dipertemukan kembali oleh Tuhan
Semesta Alam di Desa Pelangi ini pasca pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata. Dan
kini, lagi-lagi untuk kali ketiganya, Yang Maha Mendengar mengijinkan kami
untuk menginjakkan kaki kembali di desa ini untuk bertemu dengan para Laskar
Senyum Sehat. Laskar Senyum Sehat adalah sekumpulan anak-anak Desa Tragih yang
selalu membagikan senyum dan semangatnya saat berdekatan dengan kami. Lalu
kenapa senyum sehat? Iya, karena senyum mereka adalah asupan yang menyehatkan
dan vitamin bagi semangat kami selama masa keberbagian hingga mengantarkan kami
terus bergerak sesuai dengan versi masing-masing.
Lagi-lagi, perjalanan kali ini
hanya dituntaskan kembali oleh saya dan ketiga rekan semasa perjuangan (Triandi
Dharma, Deki Irawan, dan Rudy Mikiyanto). Dulu kami pernah bersepakat, jika masing-masing dari kami telah
menyandang gelar masing-masing, maka jika Tuhan mengijinkan, suatu saat nanti kami
musti melunasi misi tersebut untuk menyapa kembali semangat para Laskar Senyum
Sehat di markas mereka; Desa Tragih Kecamatan Robatal-Sampang. Dan hari ini,
agen penikmat senyum sehat yang terdiri dari empat manusia dengan keberagaman karakter telah berhasil
menyelesaikan misi mereka masing-masing. Alhamdulillaaah.. :D
Seperti biasa, kediaman Kepala Desa
adalah lokasi yang pertama kali kami kunjungi. Disana, kami dimanjakan dengan berbagai
jamuan. Senang rasanya melihat pasukan Laskar Senyum Sehat
mulai berbondong-bondong berdatangan ke lokasi. Mereka tersipu malu. Sesekali mereka mengintip kami di balik tembok
seakan asing dengan kedatangan kami. Kami sapa satu persatu dari mereka.
Ada beberapa nama yang terlupakan, padahal sebenarnya kedekatannya cukup dekat. Mungkin karena sudah lama tak bertatap muka. Namun tetap
saja, wajah polos mereka adalah jamuan ternikmat yang menggemaskan.
Rasa-rasanya seperti mendapatkan kado spesial atas kelulusan kami. Senaaaaaaaang! :D
Tanpa sepengetahuan rekan-rekan, saya mengajak para pasukan Senyum Sehat untuk menyambangi kediaman para warga yang dulu biasa saya kunjungi.
Ada kenangan hangat akan sikap dan cakap mereka selama masa pengabdian dulu.
Alasan ini yang membuat saya berkeinginan untuk mendatangi mereka lagi. Lokasi pertama yang menjadi target
berbagi senyuman adalah kediaman mbah Oneng. Mbah Oneng adalah salah satu
lansia di Dusun Gil-Panggil dengan kondisi ekonomi yang cukup memprihatinkan. Dan sungguh, tidak ada maksud untuk mengkaji si papa. Justru disini
pembelajarannya. Ya, lagi-lagi dipertemukan dengan
materi “Syukur Dalam Keberbagian” meski menyadari sesulit apapun sketsa latar situasi
dan kondisinya.
Dulu semasa pengabdian, beliau pernah mendatangi posko kami dengan
mengenakan pakaian ala kadarnya dan mengenakan kacamata baca yang sudah tak
layak pakai. Dari kepalan tangannya, beliau membawakan kami sekantong
plastik berisikan beras. Namun tetap saja penolakan kami kalah. Dan inilah
awal mula pertemuan kami dengan seorang nenek sederhana dengan semangat
keberbagiannya! :)
Saat ini beliau hidup
bersama dengan keponakannya yang sudah setengah baya. Kediamannya yang dulu,
yang terbuat dari bilik bambu, saat ini sudah dirobohkan karena sudah tidak layak
pakai. Alhamdulillah hari ini saya menemui beliau dalam keadaan sehat. Kacamatanya
sudah tak dipakainya lagi, sudah retak sebelahnya. Namun sikap hangatnya yang khas telah menjadi alasan yang membuat saya beringinan untuk terus berbagi dengannya.
Beberapa meter dari
kediaman mbah Oneng, target berikutnya adalah kediaman mbah Sawi. Sebagian pasukan
Laskar Senyum Sehat yang sudah kekeuh
untuk bolos madrasah masih membuntuti saya, namun sebagian lagi berhasil saya
bujuk agar tidak bolos.
Senang rasanya kedatangan kami disambut hangat oleh mbah Sawi. Dan tiba-tiba saja
beliau menitikkan air mata. Lagi dan lagi, doa demi doa beliau panjatkan atas
kedatangan kami. Luluh rasanya jika sudah dihadapkan dengan situasi macam begini. Ya, meski sudah kali ketiga saya
menginjakkan kaki di kediamannya, rasa-rasanya tidak pernah terpuaskan untuk bertegur
sapa lagi dan menjadi pendengar baiknya. Mbah Sawi suka bercerita mengenai kondisi desanya. Juga mengenai sejarah
hidupnya.
Suami dan anak-anaknya sudah
meninggal dunia. Dari pernikahannya yang pertama, beliau dikaruniai tiga orang
anak. Suami pertamanya meninggal, lalu disusul oleh ketiga anak-anaknya. Kemudian
beliau sempat menikah lagi dengan suami keduanya dan dikaruniai tiga orang
anak. Ya, lagi-lagi takdir berkata lain. Suami keduanya beserta tiga orang
anaknya kembali berpulang menghadap Dzat Pemilik Hidup. Hingga akhirnya beliau memutuskan
menikah lagi untuk kali ketiganya. Dan ini adalah pernikahannya yang
terakhir. Dari pernikahannya yang ketiga, beliau tidak dikaruniai keturunan.
Namun, lagi-lagi Tuhan memiliki maksud yang sama sekali tidak pernah kita mengerti
tujuan-Nya. Suami ketiganya kembali meninggalkan dirinya dan semesta alam ini.
Saat ini mbah Sawi tinggal bersama dengan saudara kandungnya, mbah Artena
namanya. Usia mbah Artena lebih sepuh jika dibandingkan dengan mbah Sawi.
Keadaannya pun juga tidak sesehat mbah Sawi. Mbah Artena mengalami gangguan
pada indera penglihatannya. Ya, beliau mengalami kebutaan. Sehingga apapun
aktivitas yang dilakoninya, mbah Sawi pasti akan melibatkan diri untuk membantunya.
Mbah Artena lebih banyak menghabiskan waktunya di atas tempat tidur. Maka wajar
saja setiap saya menyambangi kediamannya, saya tak pernah menjumpai dirinya. Apalagi
juga didukung oleh faktor larangan dari mbah Sawi yang kerap melarang saya untuk
menemui beliau. Entah mengapa alasannya.
Selang beberapa menit setelah
perbincangan kami, tiba-tiba saja mbah Artena keluar seorang
diri dibalik dinding kayu bercat biru. Rambutnya sudah memutih. Wajahnya pucat
pasi. Dan dipeganginya sebuah tongkat sederhana yang terbuat dari batang pohon yang
sudah mengering. Ini adalah kali pertama saya mengenali dan melihat mbah Artena
secara langsung. Sosok yang biasa diceritakan oleh mbah Sawi dan
disembunyikannya hingga kali ketiga kedatangan saya, dan baru kali ini pula saya
dapat berinteraksi langsung dengan beliau.
Maha Adil Tuhanku atas Segala Ketetapan-Nya. Bahwa setiap
kedudukan manusia akan terlihat sama di hadapan Tuhan. Sedang pembedanya adalah
tingkat ketaqwaan seorang hamba yang dilandasi dengan rasa keikhlasan. Sudah
kesekian kalinya diberikan bonus oleh Tuhan Semesta Alam untuk belajar dan
dipertemukan pada tulusnya hati manusia yang dibingkai dengan tulusnya
penerimaan sebuah ketetapan; keikhlasan. Terima kasih mbah, untuk nilai-nilai
moral dan doa-doa yang dipanjatkan. Terima kasih karena mau membagikan senyum
dan semangatnya lagi. Suplemennya benar-benar menyehatkan! :)
Dari kediaman mbah Sawi, sesegera
mungkin dengan mempercepat langkah kaki, saya dan para Laskar Senyum Sehat
kembali ke kediaman Kepala Desa. Setelah menyantap jamuan yang telah
dihidangkan, kami pun meminta ijin untuk melanjutkan perjalanan ke tujuan berikutnya.
Kali ini perjalanan selanjutnya saya tuntaskan bersama para rekan, bukan pasukan Laskar Senyum Sehat lagi. Untuk tujuan kali ini kami musti menempuh perjalanan sejauh ± 2 Km dengan
berjalan kaki. Tujuan kedua kali ini tidak lain untuk berziarah ke kediaman seorang
kiai setempat. Saya sendiri mengetahui kabar duka ini dari salah seorang yang
sebenarnya merupakan penduduk pribumi yang kebetulan berdomisili di Kota
Bangkalan sebagai pedagang bakso kaki lima. Dari pertemuan yang tidak disengaja sebelumnya, saya mendapatkan kabar duka ini. Iya, Innalillahi wa innailaihi
rojiun. Seorang alim ulama yang banyak membantu kami selama masa pengbdian telah berpulang ke haribaan-Nya.
Di kediaman beliau, kami disambut dengan hangat. Banyak hal yang dibagikan. Tentang keadaan desa, masyarakat pribumi, juga tentang kenangan kami
selama masa pengabdian. Meski tak begitu lama waktu yang kami tandaskan
bersama, namun silaturrahmi ini cukup berkesan. Selang beberapa waktu dari acara jamuan, kami pamit kembali ke kediaman
Kepala Desa untuk pulang.
Sore.
Dalam perjalanan pulang ke kediaman Kepala Desa, di atas jembatan yang mengalir
dibawahnya sungai-sungai kami telah ditunggu oleh sebagian bocah kecil. Dan kebetulan, ini adalah waktunya mereka untuk pulang dari madrasah. Di tengah perjalanan, saya dan para
rekan kembali diserbu oleh segerombolan pasukan Laskar Senyum Sehat. Sebagian dari
mereka berjalan bersama kami, namun sebagian lagi berlari ke kediaman Kepala
Desa untuk menanti dan berkumpul disana. Setibanya disana, kedatangan kami
kembali disambut dengan hangat oleh warga yang sudah berkumpul sedari tadi.
Entahlah, tidak tahu pasti berapa
jumlah mereka yang berjejer menduduki teras di luar musholla. Juga tidak tahu
seberapa besar akumulasi semangat dari para Laskar Senyum Sehat. Yang saya
rasakan bahwa akumulasi semangat itu telah menjadi vitamin sehat yang telah menjadi
penguat untuk terus bergerak. Karena akumulasi semangat-semangat itu pula lah
yang menjadikan kami untuk terus berkeinginan merangkul senyum-senyum sehat lainnya di
luar sana.
Ada pertemuan, pasti ada
perpisahan. Sesuatu yang sebenarnya kurang disukai, namun mau-tidak-mau pasti
akan kita temui juga. Di atas mobil, saya coba mencerna wajah-wajah polos
mereka. Persis seperti dulu saat kami berpamitan untuk kembali pulang ke kediaman kami masing-masing. Terima kasih untuk senyum dan
semangatnya yang sudah dibagikan. Dari dulu hingga sekarang saya adalah
pengagum terberat kalian. Terima kasih karena sudah menjadi inspirasi dan
motivasi terbesar yang mengimbangi rasa kecintaan saya pada senyum Bapak. Entahlah,
bagaimana kalian di pelosok sana dapat membaca pesan ini. Semoga kalian tetap
terus bersinar untuk menghebat dunia dan akhirat kalian kelak. Jika raga dan
ruh ini diberikan kesempatan lagi, ingin sekali rasanya suatu saat nanti
menagih kembali semangat dan senyuman kalian. Entah kapan. Semoga! :)
Tidak mudah berkisah dengan tulisan yang panjang dan mengasyikkan seperti tulisan ini..... Good Job...adinda ku...
BalasHapusWaaah pak Wahyu ini bisa saja, (he). Terima kasih pak sudah sedia mampir dan membacanya! :)
Hapus